Kamis 09 Oct 2014 13:45 WIB

Tiga Tokoh Ini Raih Penghargaan Nobel Bidang Kimia

Rep: c92/ Red: Bilal Ramadhan
Sebuah layar menunjukkan nama-nama pemenang Nobel 2014 di bidang kimia.
Foto: Reuters
Sebuah layar menunjukkan nama-nama pemenang Nobel 2014 di bidang kimia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON– Tiga orang ilmuwan, dua Amerika dan satu Jerman, menerima Penghargaan Nobel bidang Kimia tahun ini. Ketiganya mendayagunakan hukum dasar fisika sehingga memungkinkan mikroskop memasangkan struktur terkecil dalam sel hidup.

Pemenang Nobel 2014, seperti diumumkan Rabu (8/10) pagi oleh Akademi Sains Swedia Raya adalah Eric Betzig, Stefan W. Hell, dan William E. Moerner. Eric berasal dari Institut Medis howard Hughes di Virginia, Stefan dari Institut Biofisika Kimia Max Planck di Jerman, sementara William dari Universitas Stanford California.

Selama berabad-abad, mikroskop optik telah memungkinkan ahli biologi meneliti organism yang terlalu kecil untuk dilihat secara kasat mata. Namun, hukum optik fundamental yang disebut batasan difraksi (diffraction limit) menyatakan bahwa resolusi tidak akan pernah lebih baik daripada setengah panjang gelombang cahaya yang dilihat.

Batas difraksi untuk cahaya yang tampak adalah sekitar 0,2 sepersejuta meter atau satu-127.000 juta inci. Sebuah rambut manusia lima kali lebih besar daripada batas ini. Namun, satu bacteria tidak lebih besar dari ukuran batas difraksi. Oleh karena itu, ada sedikit harapan untuk melihat detail sel, misalnya interaksi protein individu.

Teknik lain seperti penggunaan mikroskop elektron, yang menghasilkan gambar dari berkas elektron bukan partikel cahaya, menghasilkan resolusi lebih tinggi. Namun, ada keterbatasan lain seperti sampel perlunya sampel yang diiris tipis dalam ruang hampa. Bagi peneliti biologi, ini berarti subjek penelitian harus dalam keadaan mati.

Awalnya, pendayagunaan batas difraksi mungkin tampak konyol. Ini seperti mencoba menciptakan mesin gerak abadi atau lebih cepat dari kecepatan cahaya. Meski demikian, Hell mulai mengkaji hal ini setelah menyelesaikan doctor di Universitas Heidelberg tahun 1990.

Setelah gagal menemukan sumber pembiayaan untuk mewujudkan idenya, ia menjadi peneliti di Universitas Turku Finlandia tahun 1993. Setahun kemudian, ia menerbitkan gagasan teoretisnya untuk mencapai gambar mikroskopis yang tajam.

Hell tak dapat mematahkan hukum fisika. Namun, ia menyadari hukum-hukum tersebut dapat bekerja dalam batas difraksi dengan menghidupkan beberapa molekul. Para ahli biologi telah menggunakan teknik fluorescence microscopy.

Dengan teknik ini, DNA dilampirkan dan mengikuti pergerakan cahaya, seperti mengikuti arus lalu lintas kota di malam hari melalui aliran lampu. Namun, itu tidak memecahkan batas difraksi. Jika molekul neon bersatu satu sama lain, para ahli biologis dapat melihat satu cahaya bersinar yang samar.

Gagasan Hell adalah bahwa dengan menggunakan laser, ia bisa membatasi cahaya ke bagian yang sangat kecil. Dengan begitu, dapat dibedakan struktur yang lebih kecil dari batas difraksi, hanya dengan memastikan salah satu struktur mati ketika yang lain hidup.

Moerner kemudian bekerja dengan DNA hijau yang pertama kali ditemukan dalam ubur-ubur yang bersinar.  Pengembangan ini mengantarkan ketiga peneliti meraih Nobel Kimia tahun 2008. Moerner menemukan protein yang bisa dihidupkan dan dimatikan dengan menyinari warna tertentu dari cahaya di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement