Selasa 11 Nov 2014 18:15 WIB

PM Lesotho Disebut akan Dibunuh

Lesotho
Foto: [ist]
Lesotho

REPUBLIKA.CO.ID, MASERU -- Polisi sedang menyelidiki laporan bahwa para "tentara sewaan" asing berencana akan membunuh Perdana Menteri Tom Thabane dalam satu usaha untuk mengacaukan lebih jauh negara yang telah dilanda krisis itu.

Para pejabat senior polisi dan pemerintah mengemukakan kepada AFP Senin bahwa kantor-kantor pemerintah telah dikosongkan dan perdana menteri itu dan Raja Letsie III membatalkan pertemuan-pertemuan publik Ahad di tengah-tengah laporan intelijen mengenai ada satu komplotan untuk membunuhnya.

Asisten Komisaris Polisi Sello Mosili mengatakan satu tim mungkin berjumlah 14 orang tentara Nigeria dan Ghana yang disewa kabarnya telah memasuki Lesotho melalui satu daerah perbatasan tenggara yang bergunung-gunung dengan negara Afrika Selatan.

Diperkirakan mereka telah menyembunyikan senjata-senjata.

"Informasi itu kami dengar dari penduduk lokal di pegunungan itu," kata Mosili dan menambahkan "pihaknya masih menyelidiki itu."

Thesele Maseribane seorang menteri pemerintah dan pemimpin ketiga dari koalisi tiga partai yang memerintah, mengatakan para pengawal bersenjata Afrika Selatan mengosongkan kantornya Jumat, menjelang laporan intelijen bahwa para tentara sewaan sedang dalam perjalanan untuk membunuh dia.

"Bukan masalah bagi keamanan bagi saya atau perdana menteri, tetapi tentang keamanan negara," kata Maseribane kepada AFP Senin (10/11).

Pernyataan bahwa tentara sewaan berada di daerah gunung itu, yang berbatasan dengan Afrika Selatan, adalah bagian terbaru sejak pemberontakan 30 Agustus di mana tentara Pasukan Pertahanan Lesotho menyerbu kediaman resmi Thabane yang memaksa ia lari ke Afrika Selatan.

Komandan tentara yang memberontak yang kabarnya memimpin serangan itu, Letjen Tlali Kamoli menolak menyerah dan ia menjadi pusat usaha-usaha penengahan krisis yang dipimpin kelompok Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan kawasan itu (SADC).

Pada 17 Oktober penengah SADC, Wakil Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, yakin Kamoli akan menandatangani satu persetujuan yang menyerukan dia meninggalkan Lesotho, menyerahkan jabatan kepada wakil komandannya.

Batas waktu baginya untuk meninggalkan Lesotho adalah Sabtu.

Pekan lalu, seorang pejabat penting keamanan Lesotho menuduh Kamoli beberapa kali melanggar termasuk mengemukakan kepada pasukan bahwa ia masih menjadi koandan dan akan segera kembali.

Maseribane mengatakan para tentara sewaan itu tidak hanya menargetkan para politisi tertentu tetapi juga berusaha mengganggu pemilu yang akan diselenggarakan April 2015, yang SADC percepat lebih dari dua tahun sebagai salah satu pemulihan politik atas krisis di Lesotho.

Maseribane, yang mengatakan ia kini bahkan berada dalam perlindungan polisi Afrika Selatan, menyalahkan para politisi oposisi tertentu, yang memerintah 14 tahun sebelum pemilu tahun 2012 di mana terjadi penyerahan kekuasaan secara damai.

"Mereka jangan mengira mereka dapat menang dalam pemilu mendatang," kata Maseribane," jadi dengan demikian mereka ingin mengacaukan seluruh negara, menciptakan daerah-daerah terlarang dalam pemilu."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement