REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Seorang gadis (sembilan tahun) menjadi salah satu di antara ratusan tentara anak-anak yang dibebaskan di Sudan Selatan selama tiga hari terakhir. PBB mengatakan, hal tersebut sekaligus menjadi pembebasan terbesar tentara anak di negara termuda di dunia tersebut.
Ini menjadi pembebasan ketiga oleh Tentara Demokrasi Sudan Selatan (SSDA) Cobra Faction sejak pimpinannya David Yau Yau menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah Mei lalu.
Pada Sabtu (21/3), sebanyak 654 anak-anak terdaftar di Unicef. Itu artinya jumlah anak-anak yang dibebaskan oleh kelompok milisi sejak Januari mencapai 1.314 orang.
"Karena mereka begitu banyak, menjadi tidak praktis untuk membebaskan mereka semua pada satu hari," kata juru bicara Unicef di Juba John Budd, Selasa (24/3).
Sekitar 250 anak, termasuk empat anak perempuan dibebaskan pada Sabtu (21/3). Sisanya dibebaskan pada Ahad (22/3) dan Senin (23/3). Anak-anak menukar senjata dan seragam mereka dengan pakaian sipil pada upacara resmi di Lekuangole, sebuah kota di Pibor County, Jonglei.
Kelompok yang bergolak di Jonglei telah mengatakan kepada Unicef pihaknya secara total telah membebaskan3.000 anak. Unicef menyediakan para mantan tentara itu makanan, tempat tinggal dan dukungan psikososial sambil mencari keluarga mereka.
Dari 660 anak yang dibebaskan, 200 diantaranya telah berkumpul kembali dengan keluarga mereka. Beberapa milisi telah memerangi pemerintah sejak Sudan Selatan merdeka pada 2011 setelah puluhan tahun perang dengan Khartoum.
Perang saudara dimulai di negara termuda di dunia itu pada Desember 2013. Saat itu pertempuran meletus di ibukota Juba antara sekutu Presiden Salva Kiir dan mereka yang setia pada mantan wakilnya Riek Machar.
Unicef mengatakan, lebih dari 12 ribu anak telah direkrut ke dalam kelompok-kelompok bersenjata.
Pada Februari, sedikitnya 89 anak laki-laki diculik oleh kelompok bersenjata di dekat Malakal di Upper Nile. Anak laki-laki berusia lebih dari 12 tahun dibawa pergi dengan paksa.