Selasa 07 Apr 2015 12:45 WIB

Rusia Gelar Pembicaraan Konflik Suriah

Rep: c07/ Red: Bilal Ramadhan
Pengungsi Suriah yang menuju Lebanon.
Foto: Embraceme.org
Pengungsi Suriah yang menuju Lebanon.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW-- Rusia kembali menjadi tuan rumah pemebicaraan yang melibatkan pemerintah Suriah dan beberapa tokoh oposisi pada Senin (6/4) kemarin. Namun, dalam pembicaraan tersebut, kelompok oposisi semakin menjauh dari kesepakatan untuk mengakhiri konflik di timur tengah itu.

Delegasi mengatakan mereka memperkirakan pertemuan empat hari tersebut akan membicarakan  isu-isu kemanusiaan, dan tujuannya adalah sebagian besar untuk membangun kepercayaan diri setelah empat tahun konflik yang telah menewaskan lebih dari 220.000 orang di Suriah.

Koalisi Nasional Suriah yang didukung oleh negara Barat, yang berbasis di Istanbul, memboikot pertemuan itu, mereka mengatakan akan ambil bagian jika pembicaraan menyebabkan kepergian Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang merupakan sekutu Rusia.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Moskow masih berharap bahwa kesepakatan yang dicapai pada pertemuan di Jenewa pada bulan Juni 2012 akan dilaksanakan dan menyarankan adanya satu kelompok oposisi tidak boleh berlebihan.

"Begitu banyak yang telah menjadi korban di Suriah dan begitu banyak kesalahan yang telah dibuat bahwa kita tidak harus dipandu oleh fakta bahwa seseorang telah menyatakan satu kelompok oposisi utama satu dan membuat dasar ini untuk mencoba untuk mencapai hasilnya," kata Lavrov setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Madagaskar, seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (7/4).

Kantor berita Rusia Interfax mengatakan, delegasi pemerintah Suriah di Moskow dipimpin oleh Bashar Ja'afari, Duta Besar negara untuk PBB. Menurutnya, dari daftar peserta yang ikut pertemuan sama dengan mediasi pertama pada Januari lalu yang sama sekali tidak menghasilkan terobosan baru.

Lebih dari 30 perwakilan dari berbagai kelompok menghadiri pertemuan sebelumnya, kebanyakan dari mereka dari kelompok yang ditoleransi oleh Assad atau yang setuju bahwa bekerja dengan Damaskus diperlukan untuk memerangi munculnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Rusia, merupakan yang paling terdepan mendukung Assad selama perang sipil Suriah. Rusia mengatakan memerangi terorisme di Suriah harus menjadi prioritas utama sekarang dan telah meminta oposisi untuk bekerja dengan Assad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement