Senin 22 Feb 2016 08:27 WIB

Perusahaan Farmasi Amerika Temukan Vaksin Zika

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Sampel darah dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan virus zika
Foto: Reuters/Mariana Bazo
Sampel darah dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan virus zika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus zika menjadi ancaman baru saat ini, terutama bagi janin dan bayi-bayi yang baru lahir. Masyarakat dunia diminta mengindahkan anjuran untuk menunda bepergian ke negaa-negara terindikasi virus ini dan juga menghindari gigitan nyamuk.

Virus ini menyebar dari Amerika Tengah, Selatan, hingga Karibia. Rilis terbaru dari Inovio Pharmaceuticals yang merupakan perusahaan farmasi berbasis di Amerika Serikat tengah mengembangkan vaksin zika. Namun, sejauh ini vaksin tersebut masih berhasil diujicobakan pada tikus dan belum dilakukan tes penggunaan pada manusia.

(Baca: WHO: Dibutuhkan 56 Juta Dolar AS untuk Perangi Virus Zika)

Vaksin sintetik tersebut diklaim bisa menghasilkan respon imun yang kuat dan tahan lama pada tubuh tikus. Vaksin ini mungkin menjadi solusi yang dibutuhkan dunia saat ini, namun pihak perusahaan mengatakan belum bisa memproduksinya dalam jumlah banyak dalam waktu dekat.

"Kami menggunakan teknologi SynCon yang menghasilkan vaksin sintetis ini. Tentu saja hal ini sangat menjanjikan untuk dunia pengobatan dan pencegahan (virus zika). Respon sel T yang dihasilkan vaksin ini menciptakan antibodi kuat saat diujicobakan pada tikus," kata Presiden Direktur dan CEO Inovio, J Joseph Kim, dilansir dari Fit Pregnancy, Senin (22/2).

Perusahaan selanjutnya akan mengujicobakan vaksin ini pada primata dan memulai produksi manufaktur klinisnya. Kim mengatakan perusahaan akan memulai pengujian perdana pada manusia sebelum akhir 2016.

Inovio bukan satu-satunya perusahaan atau kelompok yang mencoba membuat vaksin efektif untuk mengobati zika. Setidaknya ada 15 kelompok lainnya melakukan hal sama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menambah pembiayaan hingga 56 juta dolar AS untuk pencegahan virus ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement