Senin 22 Feb 2016 15:39 WIB

Inggris Dihadapkan Pilihan Besar, Bertahan atau Keluar Uni Eropa?

Rep: Gita Amanda/ Red: Teguh Firmansyah
Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Foto: Antara
Perdana Menteri Inggris David Cameron.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --  Perdana Menteri Inggris David Cameron Sabtu (20/2) lalu, telah mengumumkan bahwa negara tersebut akan menggelar referendum penting dalam sejarah Inggris. Referendum yang akan digelar 23 Juni mendatang rencananya akan menentukan apakah Inggris akan tetap menjadi bagian Uni Eropa atau keluar dari blok tersebut.

Seperti dilansir laman BBC News, Cameron akan bertemu anggota parlemen pada Senin (22/2), pukul 15.30 waktu setempat. Ia akan menguraikan rincian kesepakatan yang telah dicapainya pekan lalu bersama para pemimpin Uni Eropa.

Cameron mengatakan, kesepakatan itu akan memperkuat kedaulatan Inggris. Menurutnya Inggris akan lebih aman dan lebih kuat jika tetap berada menjadi bagian Uni Eropa.

Namun upaya Cameron untuk mengkampanyekan Inggris tetap menjadi bagian Uni Eropa mendapat 'perlawanan'. Salah satunya dari Wali Kota London Boris Johnson. Ia mengatakan, akan mengkampanyekan agar Inggris meninggalkan Uni Eropa, demi melakukan perubahan yang nyata.

Baca juga, Cameron Bahas Referendum Inggris dengan Presiden Uni Eropa.

Intervensi Johnson dipandang banyak pihak sebagai pukulan signifikan bagi kampanye Cameron untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Cameron bahkan mengatakan, jika tetap bergabung maka Inggris akan mendapat status khusus di Uni Eropa.

Berdasarkan pertemuan Cameron dan para pejabat Uni Eropa sejumlah janji ditawarkan jika Inggris tetap menjadi bagian kesatuan. Termasuk perubahan pembayaran kesejahteraan migran, perlindungan untuk layanan keuangan Inggris dan membuat Inggris diizinkan memblokir peraturan Uni Eropa yang tak diinginkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement