REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Sebanyak enam mutilasi dan pembunuhan terhadap anak-anak sebagai korban demi keberuntungan dilaporkan terjadi pada pemilihan umum di Uganda baru-baru ini, kata laporan dana amal anak-anak.
"Korban di kalangan anak-anak menjadi perkara jamak terjadi pada saat pemilihan umum dan sebagian orang percaya darah korban akan memberi kekuatan dan kekayaan," kata Shelin Kasozi dari badan amal Kyampisi Childcare Ministries (KCM), yang merawat korban selamat dari upacara korban itu.
Ia mengatakan perkara pengorbanan itu dilaporkan sejak Oktober hingga Februari di daerah Ssembabule, Mukono, Buikwe dan Mubende di Uganda tengah. Para tersangka sudah ditangkap dan perkaranya segera disidangkan.
Presiden Yoweri Museveni menang dalam pemilu 8 Februari, menambah masa jabatanannya yang sudah berlangsung 30 tahun, dalam pemilu yang dikecam oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Warga Uganda juga memilih pemimpin ibu kota dan anggota parlemen.
Moses Binona, koordinator satuan tugas antiperdagangan manusia di kantor Kementerian Dalam Negeri mengatakan banyak laporan anak hilang pada masa pemilu, tetapi tidak bisa membenarkan laporan KCM dan mengatakan penyelidikan sedang berlangsung.
Ia mengatakan ada tujuh anak dan enam orang dewasa dilaporkan menjadi korban di negara itu pada 2015. Sedangkan tahun sebelumnya ada sembilan kasus korban anak dan empat orang dewasa.
Binoga mengatakan jasad korban mutilasi ditemukan dengan keadaan beberapa organ tubuh seperti jantung dan hati sudah hilang dan terpotong sedangkan tahun lalu ada dua korban tanpa kepala.
Pada 2012, Hanifa Namuyanja nenek berumur 82 tahun mendapat hukuman penjara 15 tahun karena terlibat dalam upacara mengorbankan cucu perempuannya yang dimutilasi alat kelamin, mata dan otot jantungnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan tahun lalu ada laporan peningkatan serangan terhadap orang-orang albino di Afrika, yang diburu anggota tubuhnya untuk upacara sihir untuk mengikuti pemilihan umum di sejumlah negara Afrika.
Baca juga: Thailand, Negara Kelima Asia Paling Berisiko Serangan Siber