REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia menginginkan Inggris, tetap bergabung dengan Uni Eropa. Keinginan itu dinyatakan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop beberapa pekan sebelum Inggris melaksanakan referendum soal keanggotaannya di Uni Eropa.
Bishop mengatakan kepada para wartawan di Washington, "Kerajaan Inggris yang kuat sebagai bagian dari Uni Eropa akan memberikan manfaat bagi Australi."
Menurut kantor berita Australian Associated Press (AAP), seperti dinukil Reuters, Bishop mengaku sudah menyampaikan kepada Perdana Menteri Inggris David Cameron soal keinginan Australia itu ketika keduanya bertemu di sela-sela Pertemuan Puncak Keamanan Nuklir di Washington.
Inggris akan menyelenggarakan pemungutan suara bagi rakyatnya pada 23 Juni soal keanggotaan negara itu di Uni Eropa.
Masuknya Inggris mejadi anggota Uni Eropa pada 1975 oleh kalangan luas di Australia dianggap sebagai sebuah penghianatan, membalikkan tradisi berpuluh-puluh tahun dan penyelenggara kesepakatan soal tarif.
Namun, saat ini Inggris hanya mendapatkan 2,4 persen dari ekspor Australia sementara Tiongkok mendapatkan lebih dari 31 persen. Kalangan yang mendukung agar Inggris keluar dari Uni Eropa beranggapan 'hubungan kekeluargaan' dengan negara-negara anggota Commonwealth seperti Australia bisa mengimbangi hilangnya sebagian dari konsumen Eropa, yang berjumlah sekitar 444 juta orang.
David Davis, seorang anggota parlemen dari Partai Konservatif dan penentang keras keanggotaan Inggris di Uni Eropa, menggarisbawahi ambisi-ambisi mereka ketika menyampaikan pidato yang begitu lengkap baru-baru ini. "Ini adalah peluang untuk memperbarui hubungan kuat kita dengan negara-negara Commonwealth dan Anglosphere," katanya.
"Negara-negara ini sedang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan Eropa. Kita memiliki sejarah, kebudayaan dan bahasa yang sama. Kita bahkan memiliki sistem hukum yang sama. Penghalang-penghalang perdagangan yang biasanya ada, sekarang tidak ada."