REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Parlemen Ukraina melakukan pemungutan suara untuk mengganti PM Arseniy Yatsenyuk di tengah krisis politik yang terus berkembang, Senin (11/4). Pada hari sebelumnya, Yatsenyuk mengumumkan pengunduran diri.
Pemerintahannya dituduh melakukan korupsi. Menurut kabar yang beredar, anggota parlemen Volodymyr Groysman dinominasikan oleh Presiden Petro Poroshenko menggantikan Yatsenyuk.
Namun pada Senin, kabar itu disangkal. Kontributor BBC di Ukraina, Tom Burridge mengatakan tidak ada kemajuan hingga Selasa terkait membentukan pemerintahan yang stabil. Hal ini akan membawa kekhawatiran bagi Barat, khususnya Berlin dan Washington.
Program reformasi pemerintahan yang didukung Barat telah dimulai sejak beberapa pekan lalu. Sejumlah tokoh reformasi telah meninggalkan posisinya. Menteri Ekonomi Aivaras Abromavicius mundur dua bulan lalu setelah menuduh pemerintah tidak cukup berkomitmen mengakhiri korupsi.
Yatsenyuk juga menuduh para politisi Ukraina telah gagal membuat perubahan nyata. Ia kehilangan dukungan di parlemen hingga Presiden memintanya mundur pada Februari lalu karena banyaknya keluhan korupsi.
Krisis diperparah dengan tekanan dari IMF yang mengancam akan menahan dana bantuan untuk Kiev jika tidak ada reformasi. Ambisi Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa pun harus pudar setelah 6 April lalu pemilih di Belanda menolak kerja sama Uni Eropa dengan negara mantan Uni Soviet tersebut.
Baca: Israel Sasar Google, Amazon, Ebay, Facebook Bayar Pajak Lebih