Senin 09 May 2016 13:14 WIB

Cina Diduga Gunakan Nelayan untuk Bangun Pulau di Laut Cina Selatan

Saat reklamasi pulau buatan di kawasan Scarborough rampung, China akan memiliki kontrol penuh atas wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan.
Foto: abc
Saat reklamasi pulau buatan di kawasan Scarborough rampung, China akan memiliki kontrol penuh atas wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Cina diduga mengerahkan para nelayan Pulau Hainan untuk menjadi milisi dalam sengketa wilayah dengan Filipina di kawasan Laut Cina Selatan. Mereka beroperasi dengan metode gerilya berkedok sipil untuk menduduki dan membangun pulau buatan di sejumlah terumbu karang yang dipersengketakan.

Kebanyakan nelayan menolak berbicara kepada ABC, namun seorang kapten kapal nelayan bersedia bicara sepanjang namanya tidak disebutkan. Dia mengaku baru saja kembali setelah dua bulan berada di Kepulauan Spratly.

"Tidak mungkin kami pergi ke sana kalau Pemerintah tidak menanggung biaya sekitar 20 ribu dolar setiap kali ke sana. Kami akan dibayar hanya jika bersedia ke sana empat kali dalam setahun. Kami tidak mendapatkan uang dari menangkap ikan," katanya.

Dia mengaku kegiatannya itu sangat berisiko. "Pada 1998 di kawasan Scarborough saya ditahan petugas Filipina bersama 60 nelayan Cina lainnya dari empat kapal. Kami ditahan selama enam bulan sampai Kedutaan Cina menebus bayaran untuk membebaskan kami," jelasnya.

Laporan menyebutkan Pemerintah Cina menyiapkan 100 kapan nelayan dan melatih para krunya. Untuk bisa mencapai wilayah yang lebih jauh dan bertahan di sana lebih lama, Cina belum lama ini memodernisasikan 27 kapal nelayan yang lebih besar dilengkapi dengan navigasi satelit.

Misinya saat ini adalah menduduki dan membangun pulau-pulau buatan di kawasan Scarborough Shoal, yang hanya berjarak 200 kilometer dari Filipina. Begitu pulau buatan di lokasi ini selesai, Cina akan memiliki tiga posisi strategis dan kontrol sepenuhnya atas Laut Cina Selatan.

Wilayah yang akan dikuasai Cina tersebut mencakup Paracel Islands di utara, Spratly Island di selatan, serta Scarborough di timur. Kini Filipina berupaya keras menghentikan langkah Cina tersebut melalui peradilan internasional.

Namun menurut Yan Yan, wakil direktur National Institute for the South China Sea, mengatakan Cina tidak akan terikat oleh keputusan dari peradilan seperti itu. "Posisi Cina sangat konsisten dan tegas dan mereka tidak akan menerima atau berpartisipasi dalam kasus yang disidangkan," katanya.

Seorang nelayan bernama Huang Xin Biao yang sering beroperasi di Laut Cina Selatan menyatakan Cina tidak akan mengalah.

"Filipina menganggap itu wilayahnya dan mereka biasa memukuli kami. Padahal ini adalah wilayah kami, nenek moyang kami mencari ikan di sini sejak dahulu. Ayah saya meninggal di laut. Kami telah banyak berkorban," ujarnya kepada ABC.

Kaum nelayan Cina berkontribusi besar dalam berdirinya Republik Rakyat Cina. Dalam kunjungannya belum lama ini, Presiden Xi Jinping memerintahkan kaum nelayan untuk melanjutkan perjuangan mereka menjadikan Cina sebagai kekuatan maritim besar.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2016-05-09/china-diduga-gunakan-nelayan-sebagai-milisi-di-laut-china-selatan/1578362
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement