REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Menurut Ketua Gerakan Republik Australia (ARM) Peter FitzSimons, keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa telah memperbaharui dorongan agar Australia menjadi negara republik.
Peter telah melaporkan adanya peningkatan keanggotaan di kelompoknya menyusul hasil referendum Inggris pada Jumat (24/6). Hal itu bertepatan dengan data Google yang menunjukkan peningkatan untuk pencarian dengan kata kunci "republik Australia" dan ‘tweet’ dengan tanda pagar #Ausexit.
Peter mengatakan ARM tak menyebutkan Brexit sebagai model, tetapi sebagai katalisator perubahan Australia sendiri.
"Brexit sangat memecah belah, kampanye yang mengerikan, dan jika saya di Inggris saya pasti tak akan memilih untuk Brexit, saya akan memilih untuk tetap di EU," sebutnya.
Ia menambahkan, "Masalahnya adalah, kelompok monarkis cenderung mengatakan 'kita harus selaras, sangat erat, dengan Inggris Raya (Great Britain) tapi bagaimana menurut Anda tentang bersekutu dekat dengan Inggris Kecil (Little Britain)? Seluruh peristiwa itu mengubah keanggotaan kami. Sejak ide Brexit muncul, media sosial menjadi hidup, dengan orang-orang mengatakan 'ini konyol, mari kita menjadi diri sendiri, mari kita menyingkri dari ini',” katanya.
"[Kami] Sama sekali tak ingin menjadikan Brexit sebagai model,” imbuhnya.
Ia lantas menerangkan, "Kami hanya mengatakan hal yang menggelikan untuk mengatakan Australia tak bisa lebih baik dari menemukan kepala negara dari salah satu keluarga bangsawan Inggris yang tinggal di sebuah istana di London, di abad 21 ini. Kami lebih baik dari itu sebagai rakyat.
"Peter mengatakan, sudah waktunya bagi warga Australia untuk menyuarakan keinginan apakah ingin menjadi republik atau tidak. Ada 3,5 juta pemilih Australia yang sekarang tak mendapatkan kesempatan untuk memilih di referendum 1999. Ini sudah waktunya. Ini sudah generasi lain. Kami punya banyak masalah yang harus diselesaikan,” katanya.
Baca: Posisi Australia Lebih Baik Hadapi Bakteri Kebal Antibiotik