REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Penunjukkan Boris Johnson yang mengejutkan sebagai Menteri Luar Negeri Inggris telah membuat sakit kepala timpalannya di Uni Eropa terkait keperluan untuk mengundang yang bersangkutan dalam makan malam blok itu di Brussels, Ahad.
Diplomat Uni Eropa mengatakan para menteri telah merencanakan untuk melakukan pembahasan hubungan pascaBrexit dengan Menlu terdahulu Philip Hammond, yang berkampanye untuk tetap bertahan di Uni Eropa dalam referendum bulan lalu, guna meyakinkan mereka tentang keberlanjutan kerja sama dalam sejumlah krisis seperti Libya.
Tapi rencana perjamuan tersebut, yang diusulkan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini untuk mendahului sebuah pertemuan dewan menteri rutin yang akan dipimpinnya Senin, telah berantakan akibat cepatnya perkembangan dalam proses politik Inggris dan pengangkatan juru kampanye kontroversial Brexit, Johnson.
Empat sumber dari Uni Eropa dan Inggris mengatakan kepada Reuters, Kamis (14/7), tidak jelas makan malam itu tetap akan dilaksanakan dan jika demikian, siapa di antara Johnson dan 27 menteri Uni Eropa lainnya yang akan hadir.
"Makan malam dan waktu pelaksanaannya mulai terlihat canggung. Mungkin akan dibatalkan, walaupun itu adalah keputusa Mogherini," kata seorang diplomat Uni Eropa.
Kantor Mogherini menolak untuk berkomentar. Mantan wartawan Brussels dan wali kota London, Johnson, menyinggung timpalannya di Uni Eropa selama kampanye referendum dengan membandingkan tujuan untuk menyatukan Eropa dengan Adolf Hitler.
Beberapa jam setelah perdana menteri Inggris menunjuk Johnson dalam upaya nyata untuk menjembatani perpecahan dalam partai Konservatif, menteri luar negeri Prancis menyebut Johnson pembohong dan menteri luar negeri Jerman menggambarkan perilaku Johnson sebagai "keterlaluan".
Di antara para diplomat Brussels reaksinya tampak lebih tenang. "Dia adalah pilihan yang mengejutkan dan ada pertanyaan tentang apakah dia kredibel," kata salah satu utusan. Yang lain masih berharap untuk bertemu dia di dewan pada Senin, katanya, seraya menambahkan, " Para menteri akan mencoba untuk tetap berpikiran terbuka."