Sabtu 13 Aug 2016 12:16 WIB

Sebut Utusan AS Gay dan Anak Pelacur, Duterte Ogah Minta Maaf

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte menolak meminta maaf karena menyebut duta besar Amerika Serikat 'gay' dan 'anak pelacur'. Ia mengatakan hal tersebut dalam sambutannya yang memicu pertikaian diplomatik.

Departemen Luar Negeri telah memanggil kuasa usaha unuk menjelaskan mengapa Duterte pekan lalu menertawakan dubes Philip Goldberg. Kedutaan Besar AS pada Jumat (12/8) menegaskan bahwa pernyataan Duterte itu tidak pantas dan tidak dapat diterima.

Tapi presiden justru menantang. "Saya tidak akan minta maaf untuk apa pun. Ia tidak meminta maaf kepada saya ketika melihat satu sama lain. Mengapa saya harus meminta maaf padanya?" kata dia dilansir the Guardian, Sabtu (13/8).

Duterte mengatakan kepada wartawan bahwa Goldberg yang memulai pertikaian. Mengingat selama kampanye untuk pemilu Mei, dubes tersebut mengkritiknya dengan bercanda tentang memperkosa seorang misionaris Australia yang diserang secara seksual dan dibunuh dalam kerusuhan penjara 1989 di Davao. Davao merupaka kota yang dipimpin Duterte selama dua dekade.

"Siapa yang tidak marah padanya? Waktu pemilu dan dia mengatakan sesuatu seperti itu?" katanya Jumat selama kunjungan mendadak ke kamp militer di pulau selatan, Jolo.

Sementara itu, Kedutaan besar AS memperingatkan, bantuan ke Filipina terikat untuk menghormati hak asasi manusia. Sebab seperti diketahui, Duterte mengobarkan perang berdarah terhadap kejahatan yang telah mendorong kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduhnya mentoleransi pembunuhan di luar hukum.

Pernyataan Kedubes AS ini datang saat polisi Filipina menegaskan bahwa mereka telah membunuh 550 tersangka narkoba sejak pemilihan Duterte. Duterte secara terbuka membanggakan bahwa ia telah mengeluarkan perintah tembak mati ke polisi untuk menangani tersangka narkoba.

Kedutaan mengatakan, AS baru-baru ini menyediakan 32 juta dolar AS bantuan ke Filipina untuk penegakan hukum, dana itu bersayarat. "Semua bantuan keamanan kami mempromosikan hak asasi manusia melalui konten pelatihan dan dengan mempromosikan profesionalisme, proses hukum dan aturan hukum," kata kedutaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement