REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan, negaranya berpotensi terseret ke dalam kemungkinan pecahnya konflik di Selat Taiwan. Hal itu karena kedekatan Filipina dengan wilayah tersebut.
“Ketika kami melihat situasi di wilayah tersebut, terutama ketegangan di Selat Taiwan, kami dapat melihat bahwa hanya dengan letak geografis kami, jika memang ada konflik di wilayah itu, sangat sulit untuk membayangkan sebuah skenario di mana Filipina entah bagaimana tidak akan terlibat. Kami akan dibawa ke dalam konflik karena siapa pun... pihak mana pun yang bekerja," kata Marcos dalam sebuah wawancara dengan Nikkei Asia, Ahad (12/2/2023).
Marcos mengungkapkan, wilayah asalnya, yakni Provinsi Ilocos Norte di Filipina utara hanya berjarak 40 menit penerbangan dari kota Kaohsiung di Taiwan selatan. "Kami merasa bahwa kami sangat dekat di garis depan," ucapnya.
Jika terjadi konflik, Marcos mengatakan kesejahteraan 150 ribu warga Filipina di Taiwan akan menjadi prioritasnya. "Ketika sampai pada tanggapan militer, itu akan sangat tergantung pada bagaimana sampai ke titik itu," katanya.
Marcos mengungkapkan, kebijakan luar negeri Filipina berkomitmen untuk perdamaian dan dipandu oleh kepentingan nasional. "Jadi kami harus melihat apa yang baik untuk Filipina," ujarnya.
Mengutip sentralitas Asia, Marcos menekankan, masa depan kawasan tersebut diputuskan oleh orang-orang di dalamnya, bukan oleh kekuatan luar. Dia mengatakan perbedaan harus diselesaikan secara diplomatis daripada militer. "Saya dengan tulus percaya bahwa tidak ada yang mau berperang. Tapi kami terus menasihati dan menganjurkan semua pihak yang terlibat untuk menahan diri," ucap Marcos.
Awal bulan ini Marcos memberi militer AS akses ke empat pangkalan tambahan di Filipina. Dia mengubah kebijakan pendahulunya, yakni Rodrigo Duterte, yang berusaha menjauhkan Filipina dari AS dan menjalin hubungan lebih dekat dengan Cina. Situs potensial baru untuk militer AS terletak di Filipina utara, dekat dengan Taiwan dan Laut Cina Selatan. Filipina merupakan salah satu negara yang terlibat persengketaan klaim dengan Beijing di Laut Cina Selatan.
Ketegangan di Selat Taiwan dipicu oleh persengketaan antara Cina dan Taiwan. Cina diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik Cina. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.
Jet tempur dan kapal perang Cina telah berulang kali memasuki wilayah Taiwan. Namun hal itu tak membuat Taipei gentar dan menerima klaim Beijing. Dalam ketegangan tersebut, Taiwan memperoleh dukungan dari Amerika Serikat (AS).