REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Kanselir Jerman Angela Merkel tak bisa menerima bila ada negara anggota Uni Eropa (UE) yang menolak pengungsi Muslim. Merkel juga meminta negara-negara UE untuk menentukan kuota yang berimbang dalam menerima para pengungsi.
UE diharapkan mau bersatu untuk mengatasi krisis pengungsian. “Saya berpikir, salah bahwa bila ada yang bilang, ‘kami tidak mau Muslim masuk ke negara kami, tak peduli apakah alasannya kemanusiaan atau bukan,’” kata Angela Merkel dalam wawancara dengan stasiun ARD, seperti dikutip Independent, Senin (29/8).
Berdasarkan perjanjian antarnegara UE, Regulasi Dublin, pencari suaka bisa dikembalikan ke negara tempat pertama kali ia sampai di Benua Eropa. Namun, Regulasi Dublin dinilai memberatkan negara-negara yang secara geografis merupakan pintu masuk Eropa, seperti Yunani. Adapun aturan lainnya tentang arus migrasi, Perjanjian Schengen, hanya membolehkan bebas lintas bagi warga negara anggota UE, tak termasuk pengungsi.
Negara-negara anggota UE seperti Hongaria, Polandia, dan Slovakia telah bersikukuh menolak bertambahnya jumlah pengungsi masuk melewati batas wilayah mereka. Dalam banyak kasus, isu Islamofobia kerap menjadi alasan.
Mayoritas pengungsi pun berasal dari negara-negara Muslim yang dilanda perang atau gejolak keamanan, seperti Suriah, Afghanistan, dan Irak. Bahkan, Presiden Slovakia, Robert Fico telah menegaskan, “Kami tak akan mengizinkan seorang Muslim pun memasuki Slovakia.”
Selasa (23/8) lalu, Perdana Menteri Bohuslav Sobotka memaparkan, pihaknya tak ingin ada komunitas Muslim yang kian banyak di negaranya. Sobotka juga mendesak agar tiap negara anggota UE bisa menentukan sendiri, berapa banyak jumlah maksimal pengungsi yang bisa ditampung.