Senin 12 Sep 2016 13:30 WIB

Oposisi Libya Kuasai Dua Pelabuhan Minyak Penting

Anggota pasukan oposisi berjaga di kawasan timur Libya
Foto: AP
Anggota pasukan oposisi berjaga di kawasan timur Libya

REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI -- Pasukan loyalis tokoh oposisi Libya, Khalifa Haftar pada Ahad (11/9) berhasil merebut setidaknya dua pelabuhan minyak penting dari tentara pemerintah, sebuah perkembangan baru yang berisiko kembali memunculkan konflik perebutan sumber daya alam.

Juru bicara pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Haftar, Ahmed al-Mismari mengatakan ia berhasil menguasai Es Sider, Ras Lanuf, Brega, dan Zueitina setelah melancarkan operasi militer menjelang perayaan hari raya Idul Adha. Serangan oleh Haftar, mantan jenderal oposisi terhadap pemerintah yang diakui PBB, Pemerintah Gabungan Nasional (GNA), akan berpotensi menggagalkan upaya produksi kembali minyak di Libya.

Produksi minyak adalah hal yang sangat penting bagi upaya penyelamatan ekonomi Libya dan juga bagi legitimasi pemerintahan GNA.

Konflik bersenjata, perseteruan politik, dan bangkitnya kelompok radikal telah membuat produksi minyak di Libya berkurang drastis menjadi sekitar 200 ribu barel per hari dari 1,6 juta barel per hari pada masa kekuasaan Muammar Gaddafi pada 2011.

Negara-negara Barat selama ini mendukung GNA untuk mengembalikan kestabilan di negara yang kacau usai turunnya Gaddafi oleh gerakan gerilyawan dan serangan pesawat tempur NATO. Namun Haftar selalu menolak menggabungkan diri ke dalam angkatan bersenjata baru di bawah GNA. Dia membentuk pasukan sendiri yang beroperasi di wilayah timur Libya.

Banyak pihak di wilayah barat Libya yang mengecam Haftar, mantan sekutu Gaddafi, dan menudingnya tengah membentuk kediktatoran baru. Namun di wilayah timur, Haftar adalah tokoh politik utama bagi mereka yang merasa diabaikan oleh pemerintah di Tripoli.

Mereka kemudian membentuk pemerintahan parlementer baru di wilayah timur dan hingga kini masih tidak mengakui otoritas GNA di Tripoli. Mereka juga sempat beberapa kali berupaya menjual minyak sendiri. Dalam pernyataan tertulis pada Ahad, dewan pemimpin GNA menyebut serangan dari kubu Haftar sebagai "eskalasi tak berdasar" yang akan "memperpanjang periode konflik" di Libya.

Dua pelabuhan minyak yang diserang oleh LNA pada mulanya dikuasai oleh Penjaga Fasilitas Minyak (PFG). Pemimpin PFG Ibrahim Jathran, pada Juli lalu bersama GNA, menyepakati pencabutan blokade terhadap Ras Lanuf, Es Sider, dan Zueitina.

Dengan kondisi terbaru di mana pelabuhan-pelabuhan tersebut dikuasai oleh pasukan Haftar, kesepakatan itu kini menjadi tidak relevan.

Juru bicara LNA mengatakan bahwa mereka berhasil menguasai Ras Lanuf dan Es Sider karena memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok lokal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement