REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Sebanyak 721 kandidat terdaftar dalam pencalonan pemilihan parlemen Libya yang akan digelar pada 24 Desember mendatang. Komisi Pemilihan Libya mengumumkan hal tersebut dalam laporan harian mengenai proses pendaftaran kandidat di laman Facebook resmi pada Selasa (16/11) waktu setempat.
Seperti dilansir laman Anadolu Agency, Rabu (17/11), pemilihan presiden dan parlemen Libya akan berlangsung pada 24 Desember di bawah kesepakatan yang digagas PBB. Kesepakatan itu dicapai oleh saingan politik Libya pada pertemuan di Tunisia November lalu.
Komisi pemilihan negara kaya minyak ini pada 8 November membuka pendaftaran untuk kandidat dalam pemilihan. Pendaftaran dibuka meskipun ada ketegangan yang sedang berlangsung antara parlemen, Dewan Tinggi Negara, dan pemerintah persatuan mengenai kekuatan dan undang-undang pemilihan. Rakyat Libya berharap pemilu yang akan datang akan membantu mengakhiri konflik bersenjata yang telah melanda negara itu selama bertahun-tahun.
Pada Selasa pagi, panglima perang Libya Khalifa Haftar mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden. Awal pekan ini, Perdana Menteri Libya Abdulhamid al-Dbeibah mengatakan undang-undang pemilihan parlemen cacat dan ditulis untuk melayani kandidat tertentu. Hal ini dia katakan ketika ia diprediksi juga akan mengumumkan pencalonannya sebagai presiden.
Pekan lalu sekutu Dbeibah mengatakan dia akan mencalonkan diri walaupun sebelumnya Dbeibeh telah berjanji tidak akan ambil bagian dalam pemilihan mendatang. "Mereka mengeluarkan undang-undang yang dirancang untuk kepribadian dan kami tidak bisa puas dengan undang-undang yang cacat ini," katanya di Tripoli.
Analis melihat Dbeibah sebagai calon presiden setelah ia melembagakan serangkaian tindakan populis termasuk investasi di kota-kota yang diabaikan dan pembayaran tunai untuk pengantin baru. "Pada saat genting, saya akan mengumumkan posisi saya dalam pemilihan ini," katanya kepada orang banyak.
Putra mantan diktator Muammar Gaddafi, Saif al-Islam, mengumumkan pencalonan diri sebagai presiden pada Ahad (14/11). Kendati demikian faksi-faksi saingan Libya masih belum menyetujui aturan pemilihan yang ditetapkan melalui peta jalan perdamaian yang didukung PBB tahun lalu.
Peta jalan tersebut menyerukan entitas politik Libya untuk menyetujui dasar konstitusional untuk pemungutan suara kemudian mengadakan pemilihan parlemen dan presiden pada tanggal yang sama. Namun, tidak ada kesepakatan tentang konstitusi.
Satu-satunya undang-undang pemilu yang telah dikeluarkan oleh ketua parlemen adalah menetapkan 24 Desember sebagai tanggal pemungutan suara hanya untuk putaran pertama pemilihan presiden. Putaran kedua pemungutan suara dan pemilihan parlemen akan menyusul pada Januari atau Februari. UU itu juga mengatakan para pejabat yang ingin mencalonkan diri harus mundur dari jabatan mereka tiga bulan sebelum hari pemungutan suara.
Dewan Tinggi Negara sebagai sebuah entitas politik yang perannya diabadikan oleh perjanjian politik pada tahun 2015 yang merupakan bagian dari proses perdamaian sebelumnya, telah menolak undang-undang tersebut.