Rabu 21 Sep 2016 13:21 WIB

Trudeau Ogah Komentar tentang Perjanjian Ekstradisi Kanada-Cina

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau
Foto: EPA
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menghindari pertanyaan mengenai perjanjian ekstradisi negaranya dengan Cina, Selasa (20/9). Ia hanya menekankan Kanada memiliki standar yang tinggi terkait hal itu.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis dalam situs resmi Trudeau, penasihat keamanan nasional Kanada telah pergi ke Beijing, Ibu Kota Cina pekan lalu. Kedua negara sepakat memulai pembicaraan tentang perjanjian ekstradisi sebagai bagian dari pembahasan mengenai masalah keamanan.

Cina menginginkan para pejabat dari negaranya yang diduga melakukan korupsi dan bersembunyi di Kanada dapat dikembalikan dengan ditetapkannya perjanjian ekstradisi. Namun, beberapa negara Barat selama ini khawatir menandatangi perjanjian itu karena integritas sistem peradilan yang ditetapkan di Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Ektradisi tentunya merupakan salah satu hal yang ingin dibicarakan oleh Cina dengan Kanada," ujar Trudeau dalam konferensi pers setelah pertemuan di markas PBB, Selasa (20/9).

Ia menjelaskan dialog mengenai keamanan tingkat tinggi adalah hal yang sangat menarik untuk dibicarakan antara Kanada dan Cina. Trudeau sebelumnya menekankan belum ada kesepakatan apapun yang dicapai, terkait perjanjian ekstradisi.

"Seperti semua orang tahu, Kanada memiliki standar sangat tinggi dalam hal perjanjian ekstradisi sesuai dengan nilai-nilai yang kami sudah tetapkan. Belum ada kesepakatan apapun terkait hal ini," jelas Trudeau.

Spekulasi tercapainya kesepakatan ekstradisi muncul setelah isu adanya kemungkinan Cina berjanji untuk mengamankan pengembalian warga Kanada yang dituduh sebagai mata-mata di negara itu, Kevin Garrat. Pekan lalu, Cina melakukan deportasi terhadapnya, meski sebelumnya ia akan menjalani hukuman sesuai dengan sistem peradilan yang mereka tetapkan.

Cina selama ini tidak memiliki perjanjian dengan Amerika Serikat (AS), Australia, dan Kanada. Negara-negara tersebut dilaporkan menjadi tujuan utama para terpidana Cina, khususnya dalam kasus korupsi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement