Ahad 09 Oct 2016 18:31 WIB

Wabah Kolera Ancam Haiti Pascabadai Matthew

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Permukiman yang porak poranda karena Badai Matthew di Haiti
Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins
Permukiman yang porak poranda karena Badai Matthew di Haiti

REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Penyakit kolera mengancam Haiti pascabadai Matthew. Otoritas memperingatkan peningkatan kasus penyakit kolera karena air telah terkontaminasi.

Dilansir Aljazirah, Ahad (8/10), ibukota dan kota terbesar Haiti, Port-au-Prince menjadi area paling rusak. Rekaman video dari udara menunjukan kota tersebut hancur.

Puing-puing bangunan dan pohon berserakan tak tentu. Sungai pun berubah jadi berwarna coklat. Pada Sabtu, otoritas mengatakan sedikitnya 13 orang meninggal karena kolera.

Pasokan air telah hancur dan sistem sanitasi yang rusak membuat penyakit berisiko menyebar lebih cepat. Kementerian Kesehatan Haiti mengatakan sedikitnya 62 orang sakit kolera setelah badai.

Seorang pejabat kesehatan, Eli Pierre Celestin mengatakan Haiti kekurangan dokter. "Orang-orang mulai sekarat, di sini ada perawat tapi tak ada dokter," kata dia kepada Reuters.

Kontributor Aljazirah, Teresa Bo melaporkan dari Jeremie mengatakan kota berpopulasi 30 ribu orang itu masih tidak bisa diakses hingga Jumat. Kekhawatiran akan penyakil kolera mulai merebak.

"Satu ketakutan terbesar di sini adalah ancaman kolera," kata dia. Penyakit ini menjadi endemik sejak bencana gempa pada 2010. Kolera tersebut awalnya dibawa oleh penjaga perdamaian PBB.

Sejak muncul pertama pada 2010, penyakit ini telah menginfeksi ratusan ribu orang dan menewaskan lebih dari 9.000 orang. Anak-anak menjadi yang paling rentan karena kolera menyebabkan dehidrasi akut dan fatal dalam beberapa jam saja.

"Badai Matthew membawa ketakutan signifikan karena bisa memperburuk situasi dan meningkatkan risiko penyebaran wabah," kata dia. Selain khawatir akan penyakit, Haiti juga kekurangan bantuan makanan.

Jeremie mengatakan respons internasional tidak cukup cepat sehingga banyak orang mulai menderita kelaparan. Menurut seorang pastur El Shaddai Ministries International, Donny St Germain, pemerintah tidak memberikan bantuan apa pun.

Hampir 80 persen panen telah hancur di sejumlah area. Kelompok kemanusiaan CARE France mengatakan sekitar satu juta orang butuh bantuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement