REPUBLIKA.CO.ID, SIRTE -- Pasukan Libya melakukan pertempuran sengit melawan kelompok ISIS yang mengambil salah satu kota di negara itu, Sirte. Selama enam bulan, pasukan telah memasuki wilayah strategis, sekaligus yang terakhir dkuasai kelompok militan tersebut.
Meski demikian, perlawanan ISIS begitu kuat. Terlebih, wilayah di Sirte jauh lebih luas sekitar 2.500 kilometer dibandingkan Mosul, Irak.
"Kami menghadapi perlawanan yang luar biasa. Mereka )ISIS) tak akan meninggalkan tugas, sekalipun rumah-rumah yang mereka tempati runtuh atau bahkan menimpa mereka," ujar Osama Issa seorang warga yang bergabung dengan pejuang Libya seperti dilansir Reuters, Sabtu (19/11).
Menurut Issa, para anggota ISIS bertempur karena siap untuk mati di medan perang. Dengan demikian, perjuangan hingga titik darah penghabisan untuk mepertahankan wilayah dari pihak yang dianggap musuh terus dilakukan.
Selama enam bulan pertempuran, setidaknya 660 pejuang Libya tewas dan 3000 lainnya terluka. Pertarungan ini membuktikan kemampuan ISIS dalam melakukan gerilya dan menyoroti terbatasnya efektivitas serangan udara.
Pertempuran juga menggarisbawahi pentingnya menjebak ISIS. Banyak dari anggota kelompok teroris itu yang melarikan diri, setidaknya diperkirakan 400 oang. Mereka kemudian melakukan serangan balasan dari wilayah luar kota dengan bom canggih.
Secara bertahap, ISIS mengambil alih Sirte pada awal 2015 lalu. Kelompok ini mengambil keuntungan dengan adanya kekacauan di Libya, setelah presiden negara itu Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011.
Seperti di wilayah yang dikuasai ISIS lainnya, banyak warga sipil yang menjadi korban di Sirte. Mereka diberi aturan ketat dan diperbudak dengan segala sesuatu hal. Pajak juga diberlakukan dan bagi yang melanggar diberi hukuman keras seperti cambuk dan dibunuh.
Meski sebagian besar Sirte telah dihancurkan dengan serangan udara, banyak dari anggota ISIS yang bersembunyi di reruntuhan bangunan. Mereka juga membangun terowongan bawah tanah dan terhindar dari serangan pasukan Libya. Mereka kemudian secara diam-diam melakukan perlawanan balasan.
Sebagian besar warga sipil di Sirte telah pergi meninggalkan kota. Tak ada kehidupan yang kembali dilakukan oleh setidaknya 80 ribu orang yang pernah tinggal di sana.
Komandan pasukan Libya berharap kemenangan atas Sirte dapat melumpuhkan ISIS secara keseluruhan. Kelompok militan itu diyakini sulit untuk memperluas wilayah kekuasaan di negara selain Irak dan Suriah, termasuk rencana ekspansi mereka di seluruh dunia.