REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA - Pemerintah Kuba melakukan prosesi pemindahan abu jenazah mendiang Fidel Castro dari Havana ke tempat peristirahatan terakhir, di Santiago, Rabu (30/11). Santiago merupakan tempat pertama Castro mengklaim kemenangan yang mengantarkan kepada revolusi Kuba pada 1959.
Castro meninggal dunia pada Jumat (25/11) di usia 90 tahun. Dia memerintah Kuba selama setengah abad, hingga kemudian menyerahkan kekuasaan kepada adiknya, Raul Castro, pada 2008.
Jenazah Castro dikremasi pada Sabtu (26/11) dan pemakamannya direncanakan akan dilakukan pada Ahad (4/12) mendatang. Abunya akan dibawa dalam iring-iringan perjalanan sejauh 900 km selama tiga hari ke arah timur menuju Santiago.
Pada Selasa (29/11) malam, ratusan ribu rakyat Kuba dan sejumlah pemimpin negara berkumpul di Havana's Revolution Square untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang El Comandante.
"Dia telah memenuhi misinya di bumi ini. Hidupnya begitu mencerahkan. Ia tak terkalahkan," ujar Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
Castro dikagumi oleh banyak orang di seluruh dunia, terutama di Amerika Latin dan Afrika. Ia berani menentang Amerika Serikat dan mengupayakan pendidikan serta layanan kesehatan gratis di negaranya.
Akan tetapi, Castro juga menghadapi tuduhan buruk. Ia disebut seorang diktator yang menghancurkan ekonomi sosialisme dan melanggar hak-hak dasar rakyat Kuba, seperti kebebasan berbicara.
Sekitar dua juta warga Kuba-Amerika memilih tinggal di Amerika Serikat karena alasan politik dan ekonomi. Anak-anak muda Kuba tidak memiliki masa depan cerah dengan penghasilan per bulan hanya 25 dolar AS atau Rp 325 ribu, dilansir dari Reuters.