REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Mantan Presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani, meninggal dunia pada Ahad (8/1). Ia tutup usia setelah menderita serangan jantung pada usia 82 tahun.
Media Iran mengatakan, ia sempat mendapatkan perawatan di sebuah rumah sakit di Teheran. Setelah tim dokter melakukan CPR selama hampir satu setengah jam, Rafsanjani dinyatakan meninggal dunia.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menganggap Rafsanjani sebagai seorang teman lama. Pemerintah mengumumkan tiga hari berkabung, dan pemakaman Rafsanjani diharapkan akan dilakukan pada Selasa (10/1).
Kehidupan berpolitik Rafsanjani dimulai saat ia menjadi tangan kanan Ayatollah Ruhollah Khomeini selama Revolusi Islam 1979. Dia juga membantu mendirikan program nuklir Iran dan kemudian mendukung pembatasan untuk mengurangi sanksi yang diberikan internasional.
Rafsanjani menjabat sebagai Presiden Iran selama periode 1989-1997 dengan membawa perubahan yang signifikan. Pada saat itu, negara berjuang membangun kembali ekonominya setelah perang era 1980-an.
Dia mengawasi perkembangan program nuklir Iran dan melakukan negosiasi dengan Rusia untuk membangun reaktor penghasil energi nuklir di Bushehr. Di belakang layar, ia juga mengarahkan pembelian teknologi dan peralatan rahasia dari Pakistan dan negara lain.
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Oktober, Rafsanjani mengakui perang 1980-1988 dengan Irak, adalah upaya pencarian sejata nuklir. Perang tersebut menewaskan sedikitnya satu juta orang.
Baca juga, Iran Ancam Tembak Jatuh Dua Pesawat Amerika.