REPUBLIKA.CO.ID, MARAWI -- Kota Iligan di Filipina dibanjiri pengungsi dan dikepung militer pada Senin (29/5) di tengah kekhawatiran akan penyusupan kelompok keras yang lari dari kota Marawi. Di Mawari, yang dekat dengan Iligan, tentara bertempur tujuh hari untuk membebaskan kota tersebut dari kelompok bersenjata Maute yang bersembunyi di sejumlah gedung.
Sebagian besar dari 200 ribu penduduk Marawi meninggalkan kota itu untuk mengungsi di Iligan, yang terpisah hanya 38 Km. Pihak keamanan mengkhawatirkan anggota Maute menyamar di antara pengungsi dan menyerang dengan tiba-tiba.
"Kami tidak ingin yang terjadi di Marawi menyebar di Iligan. Kami ingin memastikan keselamatan penduduk di sini untuk mencegah mereka memasuki dan melakukan terorisme," kata Kolonel Alex Aducam kepala Batalion Infantri Mekanik Keempat.
Dia menerangkan beberapa anggota Maute sudah tertangkap saat hendak memasuki Iligan. Namun dia tidak menjelaskan lebih jauh.
Sebanyak 61 anggota Maute, 20 orang anggota pasukan keamanan, dan 19 warga sipil telah tewas sejak Selasa pekan lalu. Kemampuan kelompok Maute bertempur dengan militer dalam waktu yang lama itu akan menambah kekhawatiran penyebaran paham radikal ISIS, yang menjadi rujukan bagi Maute, di wilayah selatan Filipina. Wilayah tersebut dikahwatirkan akan menjadi pusat yang menjadi tujuan kelompok radikal asal Indonesia dan Malaysia.
Baca: WNI Diduga Tewas di Marawi
Militer menduga kelompok Maute sengaja melakukan serangan di Marawi menjelang bulan suci Ramadhan untuk menarik perhatian ISIS dan diakui menjadi afiliasi utama kelompok tersebut di Asia Tenggara. Sejumlah saksi di Marawi mengaku menyaksikan sejumlah orang mengibarkan bendera ISIS dengan pakaian serba hitam yang menjadi identitas kelompok tersebut.
Militer menerangkan Maute masih menguasai sembilan dari 96 daerah kota Marawi. Ribuan orang terjebak di tengah-tengahnya, dan tidak bisa melarikan diri karena Maute sudah mendirikan banyak pos penjagaan di rute kota.
Warga sipil yang masih di dalam kota harus bertahan tanpa makanan dan khawatir akan serangan roket dari kedua pihak yang bertempur, kata Zia Alonto Adiong, koordinator upaya penyelamatan warga sipil di Marawi. Dia mengatakan masih banyak mayat bertebaran di Marawi dan warga sipil menuntut militer berhenti melancarkan serangan udara.
"Ketakutan akan kematian adalah hal lebih buruk dibanding kematian itu sendiri. Kami memohon kepada militer untuk melakukan pendekatan lain," kata dia.
Pada pekan lalu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao, pulau dengan 22 juta penduduk, tempat Marawi dan Iligan berada untuk menghentikan gelombang kerusuhan dan penyebaran terorisme.