REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar tengah berupaya meredam pemberitaan media terkait penyiagaan pasukan militer mereka di sepanjang perbatasannya dengan Arab Saudi. Beberapa sumber menyebut Qatar menginstruksikan militer mereka untuk bersiaga tinggi menyusul ketegangan dengan beberapa negara Teluk.
Seperti dilaporkan laman Al Araby, CNN Arab, pada Rabu (7/6), mengutip seorang pejabat Amerika Serikat (AS), mengatakan, Qatar menempatkan pasukan militernya dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan selatan dengan Arab Saudi.
"Doha telah membawa 16 tank keluar dari markas dan mengirim pesan peringatan bahwa kapal Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain yang memasuki perairan Qatar akan mendapat serangan," ucap pejabat AS tersebut.
Kendati demikian, Qatar menepis kabar adanya penyiagaan pasukan militer dalam status siaga tinggi di perbatasan negara dengan Arab Saudi. Menurut Kementerian Pertahanan Qatar penyiagaan pasukan di perbatasan adalah hal yang rutin dilakukan.
"Kementerian Pertahanan selalu waspada untuk melindungi perbatasan negara Qatar dari pendekatan 360 derajat, darat, laut, dan udara. 24 jam sehari, setiap hari dalam setahun," kata Kementerian Pertahanan Qatar dalam sebuah pernyataan.
Pada Rabu (7/6), Turki juga baru meratifikasi undang-undang yang mengizinkan armada militernya dikirim ke Qatar. Ini merupakan dukungan Turki terhadap Qatar yang sedang diembargo oleh negara-negara Teluk karena dituding menjadi penyokong kelompok teroris.
Turki memiliki pangkalan militer di Qatar yang mampu menampung sekitar tiga ribu personel. Qatar menilai blokade diplomatik dan ekonomi oleh negara-negara Teluk merupakan kekeliruan. Sebab alasan pemblokadean tersebut muncul akibat terpublikasinya berita palsu oleh Qatar News Agency (QNA) pada 24 Mei lalu.
Baca Juga: Empat Negara Ini Putuskan Hubungan dengan Qatar, Mengapa?
Pada 24 Mei, QNA diketahui menerbitkan sebuah berita, yang ternyata merupakan berita palsu hasil aksi peretasan. Dalam laporan palsu itu, disebutkan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dalam sebuah pidato di upacara wisuda militer, mengkritik ketegangan baru-baru ini dengan Iran.
Selain itu, Al Thani juga menyatakan adanya kebutuhan untuk mengkontekstualisasikan Hizbullah dan Hamas sebagai gerakan perlawanan. Ia pun menyebut Donald Trump tidak akan lama menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS).
Berita palsu itu pun tersiar dan tersebar luas. Hal ini yang memicu Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Yaman untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Mereka menuding Qatar sebagai negara penyokong kelompok teroris.