REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Krisis diplomatik di Teluk Arab berdampak pada keluarga dengan kewarganegaraan campuran. Salah satu warga Qatar, Dr Wafaa al-Yazeedi, ibu dari tiga anak berkewarganegaraan Bahrain mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Ibu itu khawatir setelah Bahrain meminta semua warganya untuk meninggalkan Qatar. Padahal ada tradisi di bulan Ramadhan semua anggota keluarga berkumpul.
“Saya berisiko kehilangan anak-anak saya. Ini adalah impian saya sepanjang hidup untuk membesarkan mereka di sekitar saya sampai mereka menikah. Sekarang, saya mungkin akan kehilangan anak-anak saya setiap saat,” kata Al-Yazeedi membicarakan dua anak tertuanya, Rashed (22 tahun) dan Alanood (21 tahun) seperti dikutip CNN, Senin (12/6).
Komite Hak Asasi Manusia Nasional Qatar menemukan ratusan keluarga ganda menghadapi dilema ketika Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan enam negara Arab lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.
Arab Saudi, Bahrain dan UEA telah menginstruksikan warga negaranya untuk meninggalkan Qatar. Sedangkan pemerintah Doha pada Ahad (11/6) waktu setempat mengumumkan kepada mereka bahwa mereka bebas untuk tetap tinggal di Qatar.
Kementerian Dalam Negeri Qatar mengatakan, pihaknya tidak mengambil langkah apapun terhadap mereka yang berasal dari negara-negara Saudi, Qatar, UEA maupun Bahrain.