REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara baru saja menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) kemarin, dan mengklaim rudalnya mampu memukul Amerika Serikat (AS). Pemerintah Korut mengatakan rudal Hwasong-14 yang baru telah terbang sejauh 5580 mil ke Laut Timur dengan mencapai ketinggian maksimum 1.740 mil dan mencapai target waktu peluncuraan 39 menit.
Pejabat AS, Korea Selatan dan Jepang pun mengakui bahwa rudal itu benar-benar mencapai ketinggian sekitar 1.500 mil. Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan bahwa rudal tersebut telah mendarat sekitar 300 mil dari semenanjung Oga di pantai barat laut Jepang.
Berdasarkan angka tersebut, ilmuwan rudal AS David Wright memperkirakan rudal itu bisa memiliki jarak 4.160 mil jika diluncurkan dengan lintasan normal, yang cukup untuk menghantam Alaska.
"Dalam hal kemampuan dan pengiriman rudal, ini adalah langkah besar dan tampaknya akan membuat kemajuan pekan ini dalam sepekan," kata ahli senjata Inggris Hamish de Bretton-Gordon, menurut Morning Star, Rabu (5/7).
Namun Kementerian Pertahanan Rusia mengecilkan jangkauan rudal tersebut. Dengan mengatakan data dari stasiun radarnya sendiri menunjukkan bahwa rudal itu hanya terbang sejauh 332 mil di ketinggian maksimum 317 mil.
Sedangkan Cina dan Rusia menanggapi program senjata nuklir Pyongyang tersebut dengan meminta untuk kembali ke perundingan internasional. Dalam pernyataan bersama, kementerian luar negeri Cina dan Rusia mendesak semua pihak untuk membekukan tindakan agresif dan kembali ke perundingan.
Mereka mengatakan bahwa Korut harus menyatakan moratorium pengujian perangkat nuklir dan peluncuran uji coba rudal balistik. Sebaliknya, AS dan Korsel harus menahan diri dari manuver bersama skala besar.
Tidak hanya itu, Beijing dan Moskow mengatakan bahwa 'kepentingan yang bijaksana' Pyongyang harus dihormati. Mereka juga mendesak negara-negara lain untuk menciptakan suasana saling percaya damai untuk membantu peluncuran perundingan tersebut.
Dan dalam referensi yang jelas menunjuk Washington, mereka mengkritik kehadiran militer kekuatan non-regional di timur laut Asia dan pembangunannya dengan dalih untuk melawan program nuklir dan rudal Korut.
Secara khusus, mereka memperingatkan bahwa penerapan rudal anti-balistik THAAD di Korsel secara serius dapat merusak kepentingan keamanan strategis kekuatan regional, termasuk Cina dan Rusia, dan menghalangi perdamaian dan stabilitas.
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump mencuitkan tanggapannya mengenai uji coba rudal balistik tersebut semalam. "Mungkin Cina akan melakukan langkah berat kepada Korut dan mengakhiri semua omong kosong ini sekali dan untuk selamanya."