Jumat 07 Jul 2017 14:33 WIB

Patriotisme Muda-mudi Qatar Tumbuh di Tengah Ketegangan

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Lukisan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani terlihat di Mall of Qatar di Doha, 5 Juli 2017.
Foto: REUTERS/Naseem Zeitoon
Lukisan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani terlihat di Mall of Qatar di Doha, 5 Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Anak-anak muda Qatar terlihat begitu antusias berkumpul di depan reklame raksasa, yang menampilkan potret Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. Mereka masing-masing menandatangani gambar tersebut sebagai sebuah bentuk dukungan terhadap pemimpin negara itu.

Di tengah konflik yang terjadi antara Qatar dan sejumlah negara Teluk Arab, jiwa kepahlawanan dan nasionalisme tumbuh tanpa diduga. Banyak warga Qatar, mulai dari remaja hingga orang dewasa ingin melakukan apa pun untuk membela tanah air mereka.

"Kami akan pergi ke jalanan dan memperjuangkan Qatar, serta mendukung sepenuhnya pemimpin negara kami," ujar seorang warga bernama Ahmed Al Kuwari (32 tahun), Kamis (6/7).

Konflik yang terjadi antara Qatar dan negara Teluk Arab pertama kali berlangsung pada 5 Juni lalu. Saat itu, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Kemudian tiga negara lain, yaitu Yaman, Maladewa, Libya Timur, Mauritania, dan Senegal mengikuti langkah serupa.

Qatar dituding telah mendukung kelompok teroris, termasuk Ikhwanul Muslimin. Negara itu disebut juga mendanai, merangkul terorisme, ektremisme, serta organisasi sektarian yang dianggap berbahaya untuk keamanan nasional masing-masing tersebut, serta seluruh wilayah di Timur Tengah.

Dengan keputusan pemutusan hubungan diplomatik, Arab Saudi dan tiga negara Teluk lainnya menutup perbatasan dengan Qatar. Jalur transportasi melalui darat, laut dan udara juga seluruhnya diblokade.

Media lokal Qatar melaporkan, sejak konflik terjadi, ratusan warga di negara itu telah mendaftar sebagai bagian dari pasukan militer. Meski konfrontasi militer dalam krisis ini disebut mungkin tidak akan terjadi, namun orang-orang yang memiliki rasa nasionalisme tinggi merasa harus melakukan antisipasi.

Sebelumnya, tepatnya pada 22 Juni lalu, Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir mengeluarkan 13 tuntutan sebagai syarat mengakhiri blokade dan seluruh tindakan anti-Qatar. Batas waktu yang diberikan dalam memenuhi permintaan tersebut adalah 10 hari, yang kemudia rencananya diperpanjang hingga Ahad (9/7).

Tuntutan yang diajukan oleh empat negara Teluk Arab diantaranya meliputi Qatar harus menutup stasiun televisi media Aljazirah. Kemudian, negara itu juga diminta menutup pangkalan militer Turki yang ada di wilayahnya, dan membuat jarak dalam berhubungan dengan Iran.

Pembicaraan antara Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA juga telah dilakukan pada Rabu (5/7). Di Ibu Kota Kairo, Mesir, empat menteri luar negeri masing-masing negata membahas langkah apa yang mungkin ditetapkan terhadap Qatar, menyusul tanggapan atas 13 tuntutan tersebut.

Arab Saudi kemudian mengumumkan boikot dari negara-negara Teluk terhadap Qatar akan terus berlanjut. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada Jumat (7/7), Qatar yang menolak memenuhi seluruh tuntutan mereka mencerminkan  dugaan kedekatan dengan kelompok teroris benar adanya.

"Penolakan Qatar mencerminkan sejauh mana mereka memiliki hubungan dengan organisasi teroris dan ini adalah arti negara itu menentang usaha diplomatik dalam menyelesaikan krisis Timur Tengah," ujar pernyataan bersama tersebut.

Sebelumnya, Qatar mengatakan tidak dapat memenuhi seluruh tuntutan tersebut. Hal itu karena beberapa dasar dari tuntutan tersebut adalah tuduhan yang dibantah tegas oleh Qatar, serta diantaranya dinilai tidak realitis.

Seperti memiliki kedekatan dengan Iran. Kemudian, negara itu juga tidak menerima tuduhan mereka mendukung kelompok-kelompok militan seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), hingga Alqaidah.

Namun, setelah pengumuman dalam pernyataan bersama itu, warga Qatar tidak terlihat gelisah. Tak sedikit pun kekhawatiran terlihat dari wajah mereka. Bahkan, beberapa mengungkapkan perasaan senang mereka melalui jejaring sosial Twitter.

Dantaranya adalah dengan membagian gambar hasil edit (meme) yang bertujuan menertawakan pejabat dari empat negara Teluk Arab itu. Kemudian, ada juga yang membuat meme saat Menteri Luar Negeri UEA menuding Qatar mendukung terorisme, namun ditanggapi oleh Emir Qatar dengan menampilkan gambar dirinya yang sedang meminum secangkir teh dan tertawa.

Nasionalisme di kalangan warga juga mencakup bagaimana mereka menolak produk yang berasal dari negara-negara Teluk yang memusuhi Qatar. Amira, seorang pengusaha di rumah mode di Ibu Kota Doha mengatakan pelanggannya kini kerap bertanya dari mana kain pakaian yang dijual berasal.

"Pekan lalu seorang perempuan Qatar bertanya dari mana asal gaun yang dijual di butik saya dan setelah mengetahui itu dari UEA, ia menolaknya," jelas Amira.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement