REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Imran Khan dari Aljazirah yang melaporkan langsung dari Gerbang Damaskus di Yerusalem, mengatakan polisi Israel dikerahkan kembali untuk berjaga-jaga di sekitar kompleks masjid pada Jumat (28/7). "Ada suasana ketegangan yang nyata," ujar Khan.
Meski pagar, kamera, dan pelacak logam telah dibongkar dari kompleks masjid, polisi Israel tetap membatasi jamaah yang hendak beribadah. Pria di bawah usia 50 tahun dilarang memasuki al-Aqsha untuk menjalankan shalat Jumat.
Sebelumnya, Palestina telah mengumumkan diakhirinya pemboikotan, setelah Israel melepas semua perangkat keamanan di Al-Aqsha. Ribuan jamaah Muslim Palestina kembali ke masjid tersebut pada Kamis (27/7) untuk pertama kalinya sejak 14 Juli lalu.
"Kami dilarang masuk al-Aqsha. Kami datang dari Bersyeba untuk shalat, kami akan shalat di jalan, tidak ada jalan lain," kata Salim Abu Hani kepada Aljazirah. Bersyeba berjarak lebih dari 100 km dari Yerusalem.
"Situasinya semakin parah. Insya Allah akan menjadi lebih baik dan pihak berwenang Israel akan menghilangkan pos pemeriksaan," kata Abdullah Abu Hani, yang juga dari Bersyeba.
Yoram Halevy, Kepala Polisi Israel di Yerusalem, mengancam warga Palestina dan mendesak mereka untuk tidak melanjutkan demonstrasi pada Jumat (28/7).
"Jika mereka mencoba mengganggu, akan ada korban jiwa. Jangan coba-coba, kami tahu bagaimana bereaksi dengan penuh semangat," kecamnya.
Jamal Zahalka, seorang politikus Palestina di Knesset Israel, mengatakan orang-orang Palestina akan terus membela al-Aqsha dan Yerusalem, serta mendesak berakhirnya pendudukan. "Jika tidak ada pendudukan, tidak ada perjuangan melawan pendudukan," ungkap Zahalka.
Dalam aksi demonstrasi di al-Aqsha yang telah berlangsung selama 12 hari, polisi Israel telah melukai lebih dari 1.000 warga Palestina, menurut Red Crescent Palestina. Tiga warga Palestina tewas pada Jumat (21/7) lalu dalam demonstrasi "Day of Rage" di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem Timur.