Selasa 01 Aug 2017 21:45 WIB

Rusia Disebut Masih Memata-matai AS

Rep: Puti Almas/ Red: Ilham Tirta
ilustrasi Mata mata
ilustrasi Mata mata

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pejabat intelijen Amerika Serikat (AS), Willian Evanina mengatakan, hingga saat ini, Rusia masih melakukan kegiatan mata-mata terhadap Negeri Paman Sam. Hal ini meskipun sanksi ditingkatkan terhadap Moskow.

"Kami hingga saat ini belum melihat adanya penurunan maupun peningkatan dalam aktivitas mata-mata Rusia dalam 12 bulan terakhir," ujar Evanina dilansir The Independent, Selasa (1/8).

Evanina menuturkan bahwa saat ini FBI terus melakukan pekerjaan untuk menyelidiki kegiatan mata-mata Rusia. Termasuk campur tangan negara itu dalam pemilu AS pada 2016, hingga peretasan yang dilakukan selama proses pemungutan suara berlangsung.

Pada 26 Juli lalu, Kongres AS memutuskan rancangan undang-undang baru untuk meningkatkan sanksi terhadap Rusia. Ini adalah bentuk tindak lanjut dari dugaan campur tangan negara Eropa itu dalam pemilu AS 2016. Selain itu juga untuk menghukum Rusia yang melakukan aneksasi di Crimea pada 2014.

Presiden Rusia Vladimir Putin kemudian memberi langkah balasan dengan keputusan untuk mengusir 755 staf diplomatik AS dari negaranya. Ia juga telah mempertimbangkan tindakan lainnya sebagai sanksi baru terhadap Washington.

Putin menuturkan, ada lebih dari 1.000 staf diplomatik yang berada di Kedutaan Besar AS di Ibu Kota Moskow. Kemudian, secara keseluruhan ada tiga kantor konsulat Negeri Paman Sam di Rusia. Selain mengusir ratusan diplomat, Rusia juga menyita dua properti diplomatik AS.

Rusia dan AS merupakan mantan musuh pada era Perang Dingin. Sejak saat itu, kedua negara besar ini tidak pernah memiliki hubungan kerja sama yang baik dan hangat, terlebih menjadi sekutu.

Salah satu titik terendah hubungan kedua negara disebut berlangsung di era pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama. Bahkan, di akhir masa jabatan, tepatnya pada Desember 2016, ia mengeluarkan keputusan untuk mengusir 35 diplomat Rusia dari Negeri Paman Sam atas kasus peretasan pemilu, khususnya di Partai Demokrat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement