REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sepakat untuk memberi tekanan terhadap Korea Utara (Korut) secara lebih maksimal.
Melalui sebuah panggilan telepon pada Senin (7/8), kedua pemimpin negara setuju memberikan sanksi-sanksi tambahan dalam menghadapi Korut.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut pada Sabtu (5/8) lalu. Dengan sanksi ini, pendapatan ekpor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.
Resolusi yang dirancang oleh AS membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang di antaranya batu bara, besi, dan bijih besi. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari Korut. Selain itu, jumlah pekerja dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang bekerja di luar negeri juga tidak dapat diperbanyak.
Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba program nuklir yang dilakukan sejak 2006. AS sebagai negara anggota tetap dewan tersebut sebelumnya juga hendak melakukan strategi baru, yaitu bekerja sama dengan Cina yang merupakan sekutu sekaligus mitra dagang dan pemberi bantuan ekonomi utama untuk negara terisolasi itu.
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korsel dan Jepang juga merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Serangkaian uji coba perangkat nuklir, termasuk juga rudal balistik dilakukan oleh Korut. Kali ini, uji coba Peluru Kendali Balistik Antarbenua atau ICBM yang diklaim sukses pertama kali dilakukan pada 4 Juli lalu.
Saat itu, rudal yang disebut dengan nama Hwasong-14 tersebut juga dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan AS, khususnya wilayah Alaska.
Kemudian, dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Dalam percakapan melalui telepon selama lebih kurang 60 menit, Moon Jae-in dan Trump mengatakan komitmen dua negara untuk terus bekerja sama dalam mengendalikan Korut. AS dan Korut pada akhir Agustus mendapat juga dijadwalkan untuk melakukan latihan militer rutin bersama.
Moon Jae-in mengatakan, pintu dialog dengan Korut hingga saat ini masih terbuka. Meski demikian, negaranya bersama dengan AS tetap harus mempersiapkan kemungkinan terburuk dalam menghadapi Korut, termasuk dengan adanya perang militer.
Hingga saat ini, Korsel dan Korut secara teknis masih berperang setelah perang Korea berakhir dengan perjanjian gencatan senjata dan bukan berupa perdamaian pada 1950-1953. Setelah masa itu, Korut kerap melontarkan ancaman terhadap Korsel dan sekutu utama negara itu, AS dengan program nuklir mereka.