REPUBLIKA.CO.ID, HAGATNA -- Wisatawan masih banyak yang tertarik untuk mengunjungi pulau tropis Guam, meski pulau ini telah mendapatkan ancaman nuklir dari Korea Utara.
Won Hyung-jin, dari Modetour, sebuah biro perjalanan Korea Selatan, mengatakan beberapa wisatawan mengaku prihatin dengan ancaman tersebut, tetapi mereka tidak meminta biaya pembatalan perjalanan mereka ke Guam.
"Karena Korea Utara menimbulkan ketegangan satu atau dua kali setiap tahun, pelancong menjadi tidak sensitif tentang hal itu," kata Won. Biro perjalanannya bahkan telah mengirim sekitar 5.000 pelancong ke Guam per bulan di sepanjang tahun ini.
Guam yang masih masuk dalam wilayah AS ini memiliki populasi sekitar 160 ribu orang, namun telah menarik 1,5 juta wisatawan tahun lalu. Sepertiga pekerjaan di Guam berada di industri pariwisata. Guam juga menjadi pos terdepan bagi militer AS, sebagai pangkalan untuk menyimpan pesawat pengebom dan kapal selam.
Pantai berpasir dan perairan aquamarine juga menjadikan pulau ini sebagai tempat liburan yang populer bagi wisatawan dari Jepang dan Korea Selatan. Guam hanya berjarak sekitar tiga jam perjalanan dengan pesawat dari kota-kota besar di kedua negara itu.
Antonio Muna, wakil presiden Biro Pengunjung Guam, mengatakan jumlah pelancong dari Korea Selatan semakin meningkat karena lima maskapai penerbangan bertarif rendah mulai terbang ke Guam dari Korea Selatan. Hal ini membantu mendongkrak angka kedatangan ke level tertinggi selama 20 tahun terakhir.
"Jepang dan Korea merupakan lebih dari 90 persen wisatawan kami. Dan mereka lebih dekat ke Korea Utara daripada Guam," ujar Muna.
Muna juga telah mengajukan jaminan dari gubernur dan pejabat pertahanan akan keamanan Guam. Presiden AS Donald Trump bahkan mengatakan kepada gubernur Republik Guam, Eddie Calvo, ketegangan global justru akan menarik lebih banyak wisatawan ke pulau itu. "Pariwisata Anda akan naik sepuluh kali lipat dengan pengeluaran sedikit," kata Trump kepada Calvo dalam percakapan telepon, Ahad (13/8).