REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Korea Utara (Korut) kembali meluncurkan uji coba rudal yang jatuh ke laut Jepang, Senin (28/8). Tidak seperti sebelumnya, peluncuran tersebut kali ini dianggap jauh lebih serius dan membahayakan.
Uji coba rudal yang diluncurkan Korut dilaporkan menempuh jarak hingga 2.700 kilometer. Rudal ini juga disebut telah melewati udara di atas Pulau Hokkaido. Karena itu, Pemerintah Jepang menilai ancaman yang dibuat negara terisolasi itu semakin meningkat dan harus segera diatasi.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin melindungi kehidupan masyarakat negara ini dan kami akan mendesak PBB mengadakan pertemuan darurat untuk membahas bagamana meningkatkan tekanan untuk Korut," ujar Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dilansir seperti the Independen, Selasa (29/8).
Dalam satu bulan terakhir, Korut telah mengklaim kemajuan teknologi rudal yang negara itu miliki. Salah satunya dinilai sebagai ancaman besar adalah rudal yang mereka sebut sebagai Hwasong-14.
Rudal jenis ini pertama kali diuji coba pada 4 Juli lalu. Senjata ini dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan Amerika Serikat (AS), khususnya wilayah Alaska.
Kemudian, dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal mencapai ketinggian 2.314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Meski demikian, uji coba rudal terbaru yang dilakukan Korut kali ini disebut oleh AS tidak menimbulkan ancaman ke negara adidaya itu. Dalam beberapa waktu terakhir, kedua negara mengalami ketegangan yang berpotensi memicu aksi militer.
Ancaman program nuklir Korut juga sebelumnya diperingatkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk dapat dibalas dengan tindakan keras berupa aksi militer. Pada April lalu, sejumlah kapal kelompok angkatan laut dari negara adidaya itu juga telah ditempatkan di Semenanjung Korea sebagai langkah antisipasi.
Kemudian, AS dilaporkan telah menerbangkan dua pesawat yang mampu meluncurkan bom B-1B supersonik di atas Semenanjung Korea. Bersamaan dengan itu, jet milik Jepang dan Korea Selatan (Korsel) juga bergabung.
Selama ini, Korut mengatakan, pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea, khususnya Korsel dan Jepang, merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya di wilayah itu.