Selasa 12 Sep 2017 17:14 WIB

Sanksi Baru, Peringatan Keras untuk Korut

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Uji coba rudal balistik yang dilengkapi dengan sistem panduan presisi, di lokasi yang dirahasiakan di Utara Korea.
Foto: EPA / KCNA
Uji coba rudal balistik yang dilengkapi dengan sistem panduan presisi, di lokasi yang dirahasiakan di Utara Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Jepang dan Korea Selatan (Korsel) menyambut langkah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru kepada Korea Utara (Korut). Menurut Jepang dan Korsel, sanksi baru ini menjadi peringatan keras bagi Pyongyang dari masyarakat internasional. 

"Korut harus menerima peringatan keras dari masyarakat internasional bahwa provokasi yang terus berlanjut hanya akan memperdalam isolasi diplomatik dan tekanan ekonomi," kata Kementerian Luar Negeri Korsel dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (12/9). 

Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan, mereka akan terus memperkuat kerja sama dengan masyarakat internasional. Hal ini untuk memastikan, resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB dilaksanakan secara menyeluruh. 

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga menyambut baik sanksi terbaru untuk Korut. Menurutnya, sanksi ini merupakan bentuk peningkatan tekanan yang cukup keras karena mencakup hal-hal baru di dalamnya. 

"Penting untuk menempatkan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Korut agar mereka mengubah kebijakannya," ujar Abe. 

Dewan Keamanan PBB, pada Senin (11/9), dengan suara bulat mengadopsi resolusi terbaru untuk Korut. Dalam resolusi terbaru, seluruh anggota dewan menyetujui larangan ekspor tekstil oleh Korut dan membatasi impor minyak ke negara pimpinan Kim Jong-un tersebut. 

Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760 juta dolar AS dari ekspor tekstilnya. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB mengincar sektor tersebut dalam sanksi terbarunya. 

Pada resolusi sebelumnya, Dewan Keamanan PBB juga melarang ekspor batu bara, bijih besi, besi, serta hasil laut dari Pyongyang. Sanksi tersebut diperkirakan akan menyebabkan Korut menderita kerugian finansial sebesar tiga miliar dolar AS setiap tahunnya.

Menanggapi sanksi terbarunya, Korut mengatakan AS selaku aktor di balik resolusi terbaru Deewan Keamanan PBB akan menanggung akibatnya. "AS pada akhirnya mengeluarkan resolusi ilegal dan melanggar hukum atas sanksi yang lebih keras ini. Korut harus benar-benar yakin AS akan menanggung akibatnya," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement