REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) mengecam keras sanksi baru yang dijatuhkan Dewan Keamanan PBB. Pyongyang mengingatkan, Amerika Serikat (AS) akan menderita rasa sakit terbesar karena telah menginisiasi dan merancang sanksi tebaru PBB tersebut.
Duta Besar Korut untuk PBB Han Tae Song mengatakan AS telah memulai konfrontasi dengan Pyongyang di berbagai lini karena ambisinya meredam dan melenyapkan program nuklir Korut.
"Rezim Washington telah memicu konfrontasi politik, ekonomi, dan militer, terobsesi dengan permainan liar untuk menunbangkan kekuatan nuklir Korut yang telah mencapai tahap penyelesaian," kata Han Tae Song seperti dilaporkan laman the Independent, Selasa (12/9).
Ia mengatakan, Korut tak akan tinggal diam dan berjanji membuat perhitungan dengan AS. "Tindakan yang akan datang akan membuat AS menderita rasa sakit terbesar yang pernah dialaminya," ujar Han Tae Song.
Dewan Keamanan PBB, pada Senin (11/9), telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya.
Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama Pyongyang dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu Korut.
Kendati sanksi terbaru ini cukup keras, namun hal ini tak sejalan dengan permintaan Presiden AS Donald Trump. Trump menginginkan agar diberlakukan pelarangan impor minyak secara menyeluruh dan pembekuan aset internasional milik pemerintah Korut serta pemimpinnya Kim Jong-un. Namun hal ini tak dikabulkan Dewan Keamanan PBB.