REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Pemerintah Spanyol telah memecat pejabat kepolisian Katalunya yang paling senior, beberapa jam setelah peraturan langsung diberlakukan di wilayah tersebut. Dilansir dari BBC, Sabtu (28/10), langkah pemerintah Spanyol ini adalah ukuran spesifik pertama yang diambil sejak parlemen Katalan memilih untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
Pada Jumat (27/10), parlemen daerah Katalan memilih untuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Spanyol. Segera setelah itu, Senat Spanyol memberi pemerintah kekuatan untuk menerapkan peraturan langsung kepada Katalunya.
Pernyataan dari Menteri Dalam Negeri Juan Ignacio Zoido beberapa jam kemudian, mengumumkan penghentian Josep Llus Trapero lvarez sebagai kepala kepolisian Mosser yang otonom di Katalunya. Trapero diselidiki karena dituduh gagal membantu Guardia Spanyol menangani ribuan pemrotes pro-kemerdekaan di Barcelona menjelang pemilihan referendum.
PM Spanyol Mariano Rajoy juga mengumumkan pembubaran parlemen daerah dan pemindahan pemimpin Katalan. Ia juga menyerukan pemilihan regional yang cepat.
Rajoy mengatakan Puigdemont dan kabinetnya akan diberhentikan dan parlemen dibubarkan. "Puigdemont memiliki kesempatan untuk kembali ke legalitas dan untuk mengadakan pemilihan umum. Itulah yang diminta oleh orang Katalan tapi dia tidak mau melakukannya, jadi pemerintah Spanyol mengambil tindakan yang diperlukan untuk kembali ke legalitas," katanya.
Pemilu daerah dijadwalkan berlangsung pada 21 Desember.
Puigdemont mendesak para pendukungnya untuk mempertahankan momentum dengan cara yang damai. Jaksa Spanyol mengatakan mereka akan mengajukan tuntutan pemberontakan terhadapnya pekan depan.
Separatis mengatakan langkah tersebut berarti mereka tidak lagi berada di bawah yurisdiksi Spanyol. Tapi Mahkamah Konstitusi Spanyol kemungkinan akan menyatakannya ilegal.
Sementara itu Uni Eropa, AS, Inggris, Jerman dan Prancis menyatakan dukungannya untuk persatuan Spanyol. Demonstrasi untuk melawan kemerdekaan berlanjut sampai malam.
Krisis tersebut dimulai ketika para pemimpin Katalunya mengadakan referendum kemerdekaan, menentang sebuah keputusan oleh Mahkamah Konstitusi yang telah menyatakan hal tersebut sebagai tindakan ilegal.
Pemerintah Katalunya mengatakan dari 43 persen pemilih potensial yang ambil bagian, 90 persen mendukung kemerdekaan. Yang lainnya memboikot pemungutan suara setelah putusan pengadilan.