Senin 06 Nov 2017 07:21 WIB

Penangkapan Pangeran-Menteri Saudi demi Percepat Reformasi

Rep: Marniati/ Red: Elba Damhuri
Kota Riyadh, ibukota Kerajaan Arab Saudi.
Foto: happytellus.com
Kota Riyadh, ibukota Kerajaan Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembentukan komite antikorupsi dan penangkapan 11 pangeran serta 4 menteri Arab Saudi dinilai sebagai bagian dari reformasi radikal yang direncanakan Putra Mahkota Muhammad bin Salman. Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies Smith Alhadar meyakini, langkah tersebut baru permulaan saja.

Ia juga menilai langkah tersebut diambil Pangeran Muhammad untuk memperoleh dukungan dari generasi muda Arab saudi. Sebanyak 70 persen penduduk Arab Saudi saat ini berusia di bawah 30 tahun.

“Anak-anak milenial ini tahu betul apa yang sedang terjadi di dalam pemerintahan. Sebab, korupsi di Saudi sudah bukan rahasia lagi. Korupsi sudah sistematis dan endemis dan berlangsung puluhan tahun dan hampir semua pejabat memang korupsi,” ungkap Smith, Ahad (5/11).

Di samping itu, tindakan yang dilakukan Pangeran Muhammad juga dimaksudkan untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak sejalan dengan upaya reformasi radikal yang sedang dilaksanakannya. Oleh karena itu, pembersihan yang dilakukan Pangeran Muhammad bin Salman juga memiliki motif politik.

Ia mencontohkan, Miteb bin Abdullah disingkirkan karena Garda Nasional sangat penting untuk mengusai seluruh Saudi dan keamanan dalam negeri. “Jadi, Muhammad bin Salman membutuhkan Garda Nasional yang mendukung kebijakannya. Jadi, haruslah orang yang sejalan dengan dia sehingga diganti. Embel-embel korupsi itu memang benar, tetapi korupsi terjadi di semua lini, bukan hanya orang-orang itu saja,” kata Smith.

Menurut Smith, gebrakan yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman ini baru permulaan. Ia menerangkan, visi Saudi 2030 yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada minyak memerlukan reformasi di semua bidang, baik agama, budaya, sosial, maupun politik.

Beberapa oposisi keras dari dalam negeri, baik dari ulama maupun kelompok-kelompok konservatif, menganggap reformasi yang dilakukan Muhammad bin Salman terlalu radikal dan mendadak. Jadi, Pangeran Muhammad melakukan tindakan dan pembersihan bagi orang-orang yang tidak sejalan dengan visi Saudi modern.

Smith menambahkan, langkah yang diambil putra mahkota berusia 32 tahun ini juga menimbulkan beberapa kekhawatiran di negara sekutu Arab Saudi. Mereka khawatir keputusan Muhammad bin Salman akan menimbulkan instabilitas di dalam negeri.

"Dan ini menjadi ketakutan semua pihak yang berkaitan dengan Arab Saudi, apakah langkah-langkah Muhammad bin Salman ini bisa menjamin kemajuan Saudi atau malah berdampak terhadap keamanan dalam negeri," kata dia.

Sejak Muhammad bin Salman ditunjuk sebagai putra mahkota, Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dinilai progresif. Di antaranya mengizinkan konser musik dan hiburan lainnya, mengizinkan perempuan menonton pertandingan olahraga di dalam stadion, serta mencabut larangan mengemudi untuk perempuan.

Pemerintah Arab Saudi juga menangkap ribuan ulama yang dinilai mengampanyekan ekstremisme Islam. Dalam pernyataannya akhir bulan lalu, Pangeran Muhammad menekankan akan mengembalikan Islam yang lebih moderat di Arab Saudi.

Ia secara tegas mengatakan, kebijakan-kebijakan religius yang dijalankan Arab Saudi sepanjang 30 tahun belakangan tak normal dan merupakan reaksi atas radikalisme yang dipicu Revolusi Iran pada 1979.

Terkait pembentukan komite antikorupsi dan penangkapan-penangkapan, Kementerian Keuangan Arab Saudi mengatakan, keputusan kerajaan membentuk komite antikorupsi dan menahan tokoh-tokoh yang terlibat dalam kasus korupsi merupakan upaya untuk meningkatkan kepercayaan pada peraturan perundang-undangan. Keputusan tersebut juga untuk mengatur iklim investasi Arab Saudi.

Sebelumnya, Muhammad bin Salman memang telah memelopori program reformasi ekonomi yang bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi sektor asing dan swasta ke dalam kerajaan. Reformasi ekonomi itu untuk memutus ketergantungan Arab Saudi terhadap ekspor minyak.

Sementara itu, pasar saham Arab Saudi kembali ke wilayah positif setelah sempat jatuh selepas laporan terkait penangkapan sejumlah pangeran mengemuka. Indeks saham TASI naik 0,02 persen pada sejam sebelum penutupan setelah sempat terjun 2,2 persen dalam bursa pada Ahad (5/11).

Beberapa investor sempat khawatir investigasi korupsi bisa memicu penjualan saham. Kendati demikian, sebagian besar yakin penindakan korupsi akan menyingkirkan hambatan bagi Pangeran Muhammad dalam langkahnya mempercepat reformasi perekonomian melalui privatisasi dan proyek-proyek infrastruktur.

(Tulisan diolah oleh Fitriyan Zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement