Rabu 29 Nov 2017 16:57 WIB

Pangeran Miteb Dibebaskan dari Tahanan

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ani Nursalikah
Pangeran Miteb bin Abdullah dari Arab Saudi.
Foto: REUTERS/Philippe Wojazer
Pangeran Miteb bin Abdullah dari Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Otoritas Arab Saudi membebaskan pangeran senior Miteb bin Abdullah dari masa tahanan. Mantan Kepala Garda Nasional itu keluar setelah dikung lebih dari tiga pekan atas tuduhan korupsi.

Seperti diwartakan Aljazirah, Kamis (29/11) Miteb merupakan anak Raja Saudi sebelumnya, Abdullah. Dia juga merupakan sepupu dari putra mahkota kerajaan dan ketua komisi pemberantasan korupsi Arab Saudi Mohammed bin Salman.

Usai dibebaskan saudara ipar Miteb, Putri Nouf binti Abdullah mengaku bersyurkur dirinya masih bisa bertemu dan mendoakan keselamatan saudaranya itu. Begitu juga dengan keponakan terduga, Putri Abeer binti Abdullah yang sama-sama mengungkapkan rasa terima kasih kepada yang kuasa melalui akun Twitter.

"Alhamdulilah, semoga Tuhan memberikanmu umur panjang dan kesehatan agar bisa terus bersama," kata Abeer binti Abdullah.

Miteb bin Abdullah merupakan salah satu terduga teroris yang ditangkap otoritas Arab Saudi bersama dengan belasan anggota kerajaan lainnya, termasuk Pangeran Alwaleed bin Talal. Miteb, yang juga seorang pengusaha itu diamankan atas tuduhan korupsi, pencucian uang, suap hingga pemerasan.

Tak hanya menangkap 11 anggota keluarga kerajaan, otoritas juga menciduk empat menteri dan beberapa mantan menteri lainnya. Sedikitnya 208 orang sudah dimintai keterangan terkait kasus yang berusaha dibongkar pemerintah Arab Saudi dengan nilai korupsi diperkirakan mencapai 100 miliar dolar.

Mohammed bin Salman mengatakan, ada semacam kesepakatan yang telah diraih oleh beberapa terduga korupsi sebelum dibebaskan. Sementara, pembebasan Miteb disebut-sebut melibatkan kesepakatan melebihi satu miliar dolar AS.

"Kami menunjukkan mereka beberapa berkas dan setelah dilihat 95 persen dari mereka setuju menyelesaikan melalui kompromi," kata Mohammed bin Salman.

Mengutip laporan Reuters, kesepatan itu tak hanya mewajibkan terduga membayar sejumlah uang namun juga menyerahkan aset mereka kepada negara. Negosiasi itu juga memisahkan antara sanksi materil dan aset, seperti properti dan saham atau melihat rekening bank untuk menakar nilai tunai yang mereka miliki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement