Rabu 13 Dec 2017 16:03 WIB

Soal Putusan Trump, Din: Perlu Ada Boikot Global

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Prayogi
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama antar Agama dan Peradaban Din Syamsuddin menilai, negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) harus menjadi motor dan mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) agar memberikan sanksi kepada Israel dan Amerika Serikat.

Hal ini menyusul keputusan sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Din menilai haru ada kesepakatan pemboikotan global dari negara-negara anggota OKI terhadap keputusan Presiden Trump tersebut. Bentuk pemboikotan yakni kesepakatan untuk tidak membuka kantor kedutaan besar di Yerusalem.

"Harus ada gerakan internasional yang bersifat pemboikotan global, jangan sampai ada negara-negara OKI yang membuka kedutaan di Yerusalem, saya kira Inggris, Prancis juga menyuarakan yang sama," ujar Din ketika ditemui di Istana Wakil Presiden, Rabu (13/12).

Menurut Din, jika pemboikotan internasional ini dilakukan maka klaim sepihak atas Yerusalem sebagai Ibu kota Israel akan menjadi tidak ada artinya. Din mengatakan, klaim sepihak Amerika Serikat menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Dalam resolusi tersebut, Yerusalem dijadikan sebagai status quo. Oleh karena itu, PBB semestinya dapat memberikan sanksi. "Dengan dukungan masyarakat internasional dan negara-negara di dunia saya kira ini momentum yang bagus sekali," kata Din.

Sementara Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai, Amerika Serikat tidak bisa menjadi mediator yang adil dan objektif bagi Palestina dan Israel. Karena sejak awal Amerika Serikat sudah memihak Israel, hanya saja presiden-presiden sebelumnya lebih sensitif sehingga Amerika Serikat dijadikan sebagai mediator.

Menurut Azyumardi, sebetulnya sejak awal Amerika Serikat selalu memveto setiap resolusi Dewan Keamanan PBB yang melindungi hak-hak Palestina. Dengan keputusan Presiden Trump tersebut, maka Amerika Serikat akan semakin kehilangan legitimasi moral dan kredibilitas untuk menjadi mediator. Oleh karena itu, diperlukan adanya aliansi baru sebagai mediator Palestina dan Israel.

"Yang paling bisa adil adalah aliansi baru yakni Indonesia bersama Uni Eropa dan negara-negara lainnya seperti Rusia, Cina, dan Jepang," ujar Azyumardi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement