Senin 18 Dec 2017 14:37 WIB

MUI Sampaikan Petisi ke Donald Trump

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Teguh Firmansyah
Massa memadati kawasan Masjid Raya Al Mashun saat digelar Tabligh Akbar Peduli Palestina, di Medan, Sumatra Utara, Ahad (17/12). Mereka menyerukan pembelaan untuk Palestina dan mengecam pengakuan sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Foto: ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Massa memadati kawasan Masjid Raya Al Mashun saat digelar Tabligh Akbar Peduli Palestina, di Medan, Sumatra Utara, Ahad (17/12). Mereka menyerukan pembelaan untuk Palestina dan mengecam pengakuan sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepuluh orang perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam menyampaikan petisi ke Kedutaan Besar AS di Jakarta, Senin (18/12). Petisi berisi tentang penolakan atas sikap Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu kota Israel.

Ketua Bidang Kerja Sama Internasional dan Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengatakan, penyataan sikap yang disampaikan tersebut diterima oleh Kuasa Usaha Kedubes AS di Jakarta, Erin McKee.

"Nah kebetulan Bapak Duta Besarnya kan sudah tidak ada lagi, dalam proses pergantian Duta Besar yang lama dengan Duta Besar yang baru. Petisi ini memang kita buat untuk memberikan penjelasan secara rinci penolakan Indonesia secara resmi terhadap keputusan Presiden Donald Trump yang menjadikan dan mengakui Yerusalam itu sebagai Ibukota Negara Israel," kata Muhyiddin di Gedung MUI Pusat, Jakarta, (18/12).

Dari pertemuan tersebut, kata Muhyiddin, Erin McKee berjanji bahwa petisi tersebut akan disampaikan ke Presiden Donald Trump melalui Kementerian Luar Negeri AS yang ada d AS. Muhyiddin mengatakan, MUI tidak memberikan tenggat waktu bagi Trump untuk menjawab petisi yang disampaikan. Namun, ia tetap berharap agar Trump memberikan jawaban atas petisi tersebut secepatnya.

Melalui petisi tersebut, Muhyiddin mengingatkan Trump untuk segera mencabut keputusannya tersebut. Karena, putusan itu bertentangan dengan undang-undang internasional dan juga melanggar kesepakatan Olso 1993.

Dalam kesepakatan Oslo 1993, tentang Solusi Dua Negara dan seluruh Resolusi Dewan Keamanan PBB, menyatakan Yerusalem Timur adalah wilayah Palestina dan melarang Israel melakukan pendukukan (okupasi) dan mengubah status tersebut.

Ia sangat menyayangkan, keputusan Donald Trump tersebut. Karena, keputusan itu merupakan keputusan yang kontraduktif dan mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak. Tidak hanya dari negara-negara Islam saja, namun juga dari negara-negara Barat seperti Uni Eropa.

"(Negara Barat) Mereka sama seperti Indonesia. Artinya apa?, Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara itu juga melakukan perlawanan dan tidak setuju dengan sikap Donald Trump. Bahkan Uni Eropa sudah melakukan pemboikotan terhadap produk Israel," tambahnya.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada Amerika, khususnya Presiden Donald Trump, agar mempertimbangkan kembali keputusannya terhadap Yerusalem. Karena, hal tersebut melanggar Hak Asasi Manusia rakyat Palestina, dan merusak usaha perdamaian antara Israel dan Palestina yang selama ini terus dilakukan oleh PBB dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Kami minta kepada Amerika untuk reconsider decision issued by the President Donald Trump. Karena ini sangat berbahaya, karna juga akan meningkatkan tensi politik, suhu politik dan akan menyuburkan gerakan-gerakan eksiminisme dan radikalisme. Terutama dikalangan sekelompok orang yang mungkin emosional melihat ketidakadilan yang dilakukan di pentas internasional," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement