Senin 25 Dec 2017 06:27 WIB

Kecaman Dunia dan Negara Adidaya yang Terkucil

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Peserta Aksi Bela Palestina dari Pemuda Pasar Kliwon meginjak bendera Israel sambil membentangkan bendera Palestina. Hal ini sebagai bentuk kekesalan atas agresi militer Israel yang semakin meningkat pasca pernyataan Presiden Amerika Donald Trump pada Jumat (15/12).
Foto:
Layar menunjukkan hasil Sidang Umum PBB terkait keputusan Presiden AS yang mendukung status Yerusalem, di Markas PBB, New York, Kamis (21/12).

Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan Trump telah kehilangan legitimasi atas keputusan kontroversial atas Yeruslaem yang ia buat. Kepemimpinan AS atas dunia juga dinilai akan terus dipertanyakan, serta juga dianggap sebagai lelucon dan cemoohan oleh dunia.

Hikmahanto mengatakan, dunia dapat melakukan tindakan kepada AS dan Israel pasca resolusi Majelis Umum PBB. Pertama adalah para pemimpin dan tokoh dunia menyerukan agar AS tunduk pada resolusi tersebut, dan kedua mengingatkan Trump terhadap pengaruh resolusi itu untuk kepemimpinan AS sebagai negara adidaya.

Terkait dengan ancaman AS untuk memotong bantuan luar negeri kepada negara-negara yang menyetujui resolusi Majelis Umum PBB, termasuk Indonesia, Hikmahanto mengatakan tak perlu khawatir. Tak ada menurutnya istilah kuat adalah benar (might is right) karena dunia sebenarnya mampu menentang keinginan Trump yang memanfaatkan kursi kepresidenannya.

"Mayoritas negara dunia tak lagi takut dengan ancaman AS. Indonesia juga harus demikian karena menurut saya hal itu tak akan terjadi dan saya yakin tim dalam pemerintahan Trump enggan menjalankan perintah Trump untuk ini," ujar Hikmahanto.

Senada dengan itu, Ketua Komisi I Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI Abdul Kharis Almasyhri mengatakan Indonesia tidak perlu takut dengan ancaman AS. Ia menilai ancaman memotong bantuan luar negeri bagi negara-negara yang menyetujui resolusi menentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel tak akan terjadi.

"Tidak usah takut, itu hanya gertakan saja dan kalau memang iya AS akan rugi sendiri," kata Kharis.

Pengamat Timur Tengah dari Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Smith Alhadar mengatakan Palestina mendapat dukungan dari dunia secara keseluruhan, termasuk dari negara-negara Arab yang selama ini menurutnya mengesampingkan konflik Israel dan Palestina.

Secara moral hukum dan politik, Smith menganggap Palestina telah menang karena AS dengan sendirinya terpojok di mata masyarakat internasional. Seperti dilihat dari hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB bahwa hanya sembilan negara yang mendukung pengakuan Trump atas Yerusalem.

"Saya kira masyarakat internasional sadar dan mencoba menyelamatkan tatanan dunia yang dicoba dirusak oleh Trump dengan keputusannya. Termasuk negara-negara Arab yang khawatir bahwa hal ini juga akan menciptakan distabilitas di Timur Tengah," jelas Smith.

Menurut Smith, apa yang dilakukan oleh masyarakat dunia, termasuk dari negara-negara Arab untuk mendukung Palestina menjadi langkah tepat dan diharapkan konsistensinya. AS tidak akan mungkin dapat menerapkan pengakuan atas Yerusalem di tengah desakan dunia, termasuk juga negara-negara Barat dan Timur Tengah yang menjadi sekutu Negeri Paman Sam tersebut.

"Tentu yang diharapkan adalah semuanya tetap konsisten mendukung Palestina karena memang mereka tak dapat survive jika tak mendapat bantuan yang selama ini sebenarnya banyak berasal dari negara-negara Barat," kata Smith.

Smith juga mengatakan nantinya, negara-negara Arab harus dapat konsisten membantu proses perdamaian antara Israel dan Palestina. Saat ini, Palestina telah menolak AS sebagai mediator perdamaian dan melalui Presiden Mahmoud Abbas, mereka menegaskan tak akan menerima rencana AS untuk perdamaian dengan Israel.

Abbas mengatakan AS terbukti menjadi mediator yang tak jujur dalam proses perdamaian dengan Israel. Ia menegaskan akan menolak kerangka kerja baru AS untuk perdamaian yang dikembangkan oleh utusan Trump untuk Timur Tengah, Jared Kushner yang dikatakan telah disusun dalam beberapa bulan terakhir ini.

"Ini yang perlu dilihat ke depan oleh negara-negar apendukung Palestina, khususnya di Timur Tengah bagaimana mereka nantinya dapat meyakinkan Palestina untuk meneruskan skema perdamaian yang diharapkan dapat direvisi menjadi lebih baik," kata Smith.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement