REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Pemerintah Uganda resmi mengesahkan undang-undang yang membatasi usia kepala negara. Regulasi tersebut menghapus batas usia kepresidenan meskipun telah mencapai usia 75 tahun.
Seperti diwartakan Aljazira, Rabu (3/1) konstitusi itu disahkan oleh Presiden Uganda Yoweri Museveni. Hal tersebut sekaligus membuat presiden berusia 73 tahun itu berpeluang menjabat hingga tahun 2021 nanti.
UU itu diloloskan parlemen Uganda pada 20 Desember kemarin. Dengan suara yang menyetujui regulasi sebanyak 317 anggota parlemen, Presiden Yoweri Museveni mengesahkan UU tersebut pada 27 Desember.
"Parlemen memungkinkan kita untuk menghindari jalan yang lebih rumit yang seharusnya dibutuhkan untuk menentukan nasib Afrika." kata Museveni.
Meski demikian, regulasi tersebut tetap mendapat tentangan dari sejumlah partai oposisi dan pemuka agama di negara tersebut.
Koordinator Koalisi Warga untuk Demokrasi Pemilu di Uganda Crispy Kaheru mengatakan, undang-undang terebut merupakan peraturan yang tidak penting dan bertentangan dengan keinginan mayoritas warga Uganda
"Akan ada tantangan baik secara legal maupun dalam opini publik, pada akhirnya mayoritas warga Uganda yang akan memiliki keputusan akhir tentang bagaimana mereka ingin diperintah," kata Crispy Kaheru.
Sebelumnya, peraturan di Uganda melarang calon presiden yang berusia kurang dari 35 tahun atau lebih dari 75 tahun untuk menjabat sebagai kepala negara. Dihapusnya regulasi tersebut membuat Preisden Yoweri Museveni semakin mengukuhkan kekuasannya di negara tersebut.
Museveni telah memimpin Uganda sejak 1986 mengudeta Jendral Tito Okello sebagai pimpinan militer. Dia lantas menjabat sebagai Presiden Uganda pada 1996 lalu.
Pada 2005 kemarin, Museveni sempat mengamandemen konstitusi pembatsan usia kepala negara. Hal itu membuat dirinya menjabat sebagai presiden dalam lima periode secara beruntun.
Museveni kerap dituduh melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap penduduk kawasan utara negara tempat Joseph Kony dan Lord's Resistance Army. Dia juga dituduh melakukan pelanggaran HAM dalam sebuah kampanye bersenjata sejak 1987.
Advertisement