REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Emir Kuwait mendesak negara-negara Teluk menyelesaikan perbedaan mereka. Pernyataan Emir merujuk paba blokade yang dilakukan oleh beberapa anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dengan Qatar yag memasuki bulan kedelapan.
Dilansir Aljazirah, Selasa (9/1), menghadiri pertemuan legislator senior GCC pada Senin, Emir Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah mengatakan keadaan yang memburuk di Teluk merupakan tantangan bagi semua pihak. "Kami semua memahami masalah yang dihadapi GCC dan masalah ini memerlukan lebih banyak pertemuan dan konsultasi di semua tingkat. Kami tidak akan pernah bisa menghadapi tantangan ini secara individual," katanya.
Pertemuan selama dua hari di Kuwait City terjadi di tengah krisis diplomatik terburuk di kawasan ini sepanjang sejarah. Anggota GCC Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab, serta Mesir memutuskan hubungan diplomatik, perdagangan dan perjalanan dengan Qatar pada Juni. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme.
Doha membantah keras tuduhan tersebut. Kuwait, mediator utama dalam krisis ini, telah meminta perundingan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, namun sejauh ini usahanya belum menunjukkan hasil yang diharapkan.
Sheikh Sabah mengatakan ada beberapa kemajuan menuju sebuah resolusi, namun ia tidak menjelaskan rincian tersebut. "Kesamaan kita adalah tidak akan pernah terpengaruh oleh perselisihan. Kami melihat perselisihan ini hanya sementara, walaupun akan berlangsung lama," katanya.
Bulan lalu, kepala negara dari tiga negara yang melakukan blokade tersebut melewatkan KTT GCC ke-38, sementara UEA dan Arab Saudi mengumumkan pembentukan kemitraan ekonomi dan militer baru, terpisah dari GCC. Pada saat itu, Kuwait mengatakan dewan akan terus beroperasi dan melaksanakan tugasnya meski ada pertengkaran.
Dewan ini didirikan pada 1981 untuk mendorong kemitraan ekonomi, perdagangan dan keamanan yang lebih dekat di Jazirah Arab. Anggotanya adalah Kuwait, Qatar, Oman, Arab Saudi, UEA dan Bahrain.