REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Para milisi oposisi yang bergabung dengan kelompok Jaish al-Islam di Kota Douma, Suriah, di dekat ibu kota Damaskus menyatakan kesiapan menyerahkan senjata mereka dan meninggalkan kota itu. Pernyataan itu disampaikan kantor berita Rusia RIA mengutip seorang pejabat Rusia tentang situasi di Douma, salah satu kota di Ghouta timur.
Pejabat itu, Stanislav Gadzhimagomedov mengatakan kelompok itu berhubungan dengan perwira Rusia yang menangani perundingan. Ia juga mengatakan masalah kepergian mereka dari kota itu kemungkinan akan diselesaikan dalam waktu dekat.
Pekan lalu Xinhua mengumumkan kelompok gerilyawan penting di bagian tengah Ghouta Timur mengumumkan gencatan senjata guna merundingkan penarikannya dari wilayah di pinggir Damaskus tersebut.
Media Perang, sayap media militer Suriah, melaporkan gerilyawan Failaq Ar-Rahman atau Legiuan Rahman mengumumkan gencatan senjata di bagian tengah Ghouta Timur, yaitu di Jobar, Zamalka, Ayn Tarma, Hazzeh dan Arbeen mulai Jumat tengah malam (24/3). Semua daerah itu telah menjadi tempat peluncuran buat gerilyawan Failaq Ar-Rahman untuk menembakkan bom mortir dan roket ke Ibu Kota Suriah, Damaskus, selama tujuh tahun terakhir krisis Suriah.
Perkembangan tersebut terjadi saat militer Suriah merebut pertanian Ayn Tarma pada Kamis (23/3) dan bergerak maju ke arah daerah itu, yang menjadi kubu penting gerilyawan Failaq Ar-Rahman. Perundingan bagi penarikan itu berbarengan dengan pengungsian gerilyawan Ahra Ash-Sham dari Kota Harasta, yang juga merupakan kubu penting gerilyawan di Ghouta Timur.
Sebanyak 1.580 orang, gerilyawan dan keluarga mereka, meninggalkan Harasta pada Kamis malam, sementara ratusan orang lagi siap meninggalkan daerah tersebut menuju daerah yang dikuasai gerilyawan di Provinsi Idlib, bagian barat-laut Suriah. Militer Suriah sudah merebut lebih dari 80 persen Ghouta Timur dan mengepung sisa daerah yang dikuasai gerilyawan di tengah serangan militer yang dilancarkan.