Rabu 28 Mar 2018 08:16 WIB

Etiopia Tunjuk Perdana Menteri Baru

Pemilihan legislatif di Etiopia dijadwalkan berlangsung pada 2020.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn saat konferensi pers pengunduran dirinya di Addis Ababa, Kamis (15/2).
Foto: AP Photo
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn saat konferensi pers pengunduran dirinya di Addis Ababa, Kamis (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Koalisi yang berkuasa di Etiopia memberikan suara kepada Abiye Ahmed sebagai perdana menteri baru. Penunjukan ini menyusul pengunduran diri Hailemariam Desalegn bulan lalu.

Media negara Etiopia mengatakan, dewan beranggotakan 180 dari Ethiopian People's Revolutionary Democratic Front (EPRDF) memilih Abiye untuk menggantikan Hailemariam sebagai ketua koalisi. Ini artinya, dia secara otomatis menjadi perdana menteri.

"Dalam sesi hari ini, dewan mengadakan pemungutan suara dan memilih Abiye Ahmed sebagai ketua," kata presenter EBC, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

 

Baca juga, Salah Sasaran, Tentara Etiopia Bunuh Sembilan Warga Sipil

Abiye memenangkan lebih dari 60 persen dari semua suara di dewan. Abiye, yang berasal dari kelompok etnis Oromo, akan mengambil alih pemerintahan negara kedua terbesar di Afrika itu.

Koalisi yang berkuasa telah berjuang untuk menahan kerusuhan terus-menerus dan kekerasan sejak 2015. Ini merupakan tantangan terbesar untuk mempertahankan kekuasaan sejak 1991.

Abiye menghadapi tantangan untuk menerapkan reformasi demokratis yang telah dijanjikan pemerintah. Dia juga harus menjembatani perbedaan dalam koalisi yang berkuasa.

"Dia menghadapi tugas memperluas ruang politik dan menjangkau oposisi. Dia juga harus menanggapi tuntutan populer," kata asisten profesor ilmu politik di Universitas Addis Ababa, Asnake Kefale.

Abiye adalah ketua Organisasi Demokratik Oromo, salah satu dari empat partai berbasis etnis dalam koalisi EPRDF. Dia mampu berbicara tiga bahasa Etiopia, memiliki gelar doktor dalam perdamaian dan keamanan dari Universitas Addis Ababa, dan bertugas di militer. Dia juga sempat menjabat sebagai menteri sains dan teknologi di kabinet Hailemariam.

Hailemariam mengundurkan diri bulan lalu untuk memuluskan jalan bagi reformasi. Itu terjadi setelah pemogokan dan demonstrasi di dekat ibu kota berhasil menuntut pembebasan anggota oposisi.

Protes antipemerintah dimulai pada 2015 tentang hak tanah sebelum diperluas menjadi demonstrasi atas hak-hak politik dan hak asasi manusia. Pemerintah telah dua kali menerapkan aturan darurat, yang paling baru setelah pengunduran diri Hailemariam, untuk menahan kerusuhan, terutama di provinsi Oromiya, wilayah paling padat di negara itu.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakanbahwa pasukan keamanan telah menewaskan ratusan orang. Pemilihan legislatif dijadwalkan berlangsung pada 2020.

Analis mengatakan, penunjukan etnis Oromo menjadi perdana menteri dapat meredakan ketegangan. Oromo terdiri atas 34 persen dari 100 juta orang Etiopia. Namun, wilayah itu belum memiliki kekuatan dalam sejarah modern negara itu.

Bersama dengan kelompok etnis terbesar lainnya di negara itu, Amharas, mereka telah memimpin protes jalanan terhadap pemerintah sejak 2015. Beberapa analis dan politisi oposisi telah menyalahkan meningkatnya ketegangan etnis pada sistem federal Etiopia. Sistem ini mereduksi perbatasan provinsi di sepanjang garis etnis pada 1991.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement