Ahad 08 Apr 2018 19:16 WIB

Rusia Bantah Terjadi Serangan Senjata Kimia di Douma

Rusia siap kirim ahli radiasi dan biologi buktikan tidak ada serangan kimia di Douma.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Korban dugaan serangan kimia Suriah.
Foto: Edlib Media Center, via AP
Korban dugaan serangan kimia Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia, pada Ahad (8/4), menepis laporan tentang serangan senjata kimia di Douma, Suriah yang dikuasai kelompok pemberontak. Setidaknya 49 orang telah dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.

"Kami jelas membantah informasi ini (serangan senjata kimia di Douma)," ujar Kepala Pusat Perdamaian dan Rekonsiliasi Rusia di Suriah Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko.

Ia mengatakan akan membuktikan informasi terkait serangan senjata kimia di Douma adalah keliru dan menyesatkan. "Kami dengan ini mengumumkan kami siap mengirim ahli Rusia dalam bidang radiasi, pertahanan kimia, dan biologi untuk mengumpulkan informasi, segera setelah Douma dibebaskan dari milisi. Ini akan mengonfirmasi sifat palsu dari laporan ini," kata Yevtushenko.

Serangan gas beracun terjadi di Douma, salah satu wilayah di Ghouta Timur, Suriah, Sabtu (7/4) malam waktu setempat. Serangan ini seketika menewaskan puluhan orang. Pemerintah Suriah disebut bertanggung jawab atas serangan terbaru di Douma. Namun Damaskus telah membantah tegas tuduhan tersebut.

Ini bukan pertama kali pemerintah Suriah dituding menggunakan senjata kimia. Pada Januari lalu, beredar laporan yang menyatakan pemerintah Suriah masih memanfaatkan senjata kimia untuk menyerang Ghouta Timur. Suriah dan sekutunya Rusia membantah hal tersebut.

Amerika Serikat (AS) menuding Rusia menghalangi dan mencegah badan investigasi PBB menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah. AS menilai tindakan Rusia jelas telah mengirim pesan berbahaya kepada dunia.

"Ketika Rusia membunuh Mekanisme Investigasi Bersama (MIB), mereka mengirim pesan berbahaya kepada dunia, yang tidak hanya mengatakan penggunaan senjata kimiadapat diterima, tapi juga mereka yang menggunakan senjata kimia tidak perlu diidentifikasi atau bertanggung jawab," ujar Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley pada Januari lalu.

Haley menegaskan, AS akan terus mendukung upaya penyelidikan penggunaan senjata kimia di Suriah. "AS tidak akan pernah berhenti memperjuangkan anak-anak, wanita, dan pria Suriah yang tidak bersalah dan telah menjadi korban pemerintahan merekasendiri dan mereka terus mendukungnya," katanya.

Pada Agustus 2015, Dewan Keamanan PBB membentuk MIB. Hal ini dilakukan setelah terbitnya laporan tentang penggunaan senjata kimia di Suriah. Dalam laporan akhir tahun lalu, MIB menyalahkan rezim pemerintah Suriah atas serangan senjata kimia yang terjadi di Khan Sheikhoun. Dalam peristiwa tersebut, sedikitnya 100 warga Suriah, termasuk anak-anak, tewas akibat menghirup gas beracun.

Laporan tentang penggunaan senjata kimia di Suriah memang terus bermunculan. Hal ini dipicu sebuah serangan pada Agustus 2013 di Ghouta Timur, dekat Damaskus. Kala itu, serangan yang diyakini memanfaatkan senjata kimia menewaskan lebih dari 1.400 orang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement