Kamis 05 Jul 2018 00:04 WIB

Suriah Butuh Bantuan Ungkap Kuburan Massal Korban ISIS

Kota Raqqa memiliki setidaknya sembilan kuburan massal

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Tahanan ISIS yang menerima hukuman rajam
Foto: daily mail
Tahanan ISIS yang menerima hukuman rajam

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Suriah sedang berupaya mengungkap kuburan massal di daerah yang pernah dikuasai oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Human Rights Watch mengatakan Suriah memerlukan bantuan untuk melindungi bukti, mengidentifikasi jenazah  dan menjelaskan kengerian yang dilakukan oleh militan.

HRW menerangkan ribuan mayat masih akan ditemukan di beberapa kuburan massal di dalam dan di sekitar kota Raqqa. Ini disampaikan HRW dalam laporan baru yang dirilis Selasa oleh kelompok yang berbasis di New York itu.

Anggota lokal Dewan Sipil Raqqa, sebuah badan pemerintahan yang dibentuk oleh pasukan yang didukung dan dipimpin oleh orang-orang Kurdi, berjuang untuk mengatasi tantangan logistik dalam pengumpulan dan pengorganisasian informasi jenazah. Mereka akan memberikan jasad ke keluarga yang mencari anggota kekuarganya yang hilang atau meninggal.

Raqqa adalah ibukota de facto ISIS. Pada puncak kekuasaan mereka pada 2014 wilayah kekuasan ISIS membentang  sepertiga dari Suriah dan Irak. Sejak itu sejumlah pasukan Suriah dan Irak telah mendorong ISIS dari hampir semua wilayah yang pernah didudukinya.

Tetapi kelompok itu masih ada di daerah-daerah terpencil di sepanjang perbatasan. ISIS melakukan pembunuhan massal dan kekejaman lainnya, termasuk pemenggalan.

Perempuan dan laki-laki yang dituduh berzina dilempari batu sampai mati. Sementara laki-laki yang diyakini gay dilemparkan dari puncak gedung dan kemudian dilempari batu.

HRW mengatakan mengidentifikasi orang-orang yang hilang dan menyimpan bukti untuk proses hukum menjadi penting untuk masa depan Suriah. Kota Raqqa memiliki setidaknya sembilan kuburan massal, masing-masing diperkirakan memiliki puluhan atau bahkan ratusan tubuh.

"Ini membuat penggalian menjadi  monumental," kata Direktur tindakan darurat HRW, Priyanka Motaparthy.

Menurutnya, tanpa bantuan teknis yang tepat, penggalian ini mungkin tidak memberi kabar baik kepada keluarga korban. Ini juga dapat menghancurkan bukti-bukti yang penting bagi upaya peradilan di masa depan.

HRW mengutip Yasser al-Khamis, kepala penanggap pertama di Raqqa. Ia mengatakan  ranjau darat semakin memperumit proses penggalian. Pemulihan dan analisis sisa-sisa dari kuburan massal adalah proses kompleks yang membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi.

"Penggalian yang dilakukan tanpa ahli forensik dapat menghancurkan bukti penting dan mempersulit identifikasi jenazah," kata laporan itu. Menurut HRW, tim di Raqqa tidak mengambil foto tubuh sesuai dengan standar forensik internasional, yang penting dalam dokumentasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement