Selasa 10 Jul 2018 00:41 WIB

Menlu Inggris Boris Johnson Mengundurkan Diri

Mundurnya Johnson menambah tekanan terhadap pemerintahan PM May.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengundurkan diri, Senin (9/7). Pengunduran diri itu menambah tekanan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.

Seperti dilansir di CNBC pada Senin (9/7), kantor perdana menteri menginformasikan bahwa PM May telah menerima surat pengunduran diri Johnson. Kemudian, PM May segera mengumumkan nama pengganti Johnson.

Menteri Johnson merupakan salah satu anggota paling terkenal dan flamboyan dari pemerintah PM May. Dia mundur hanya berselang beberapa jam setelah pengunduran diri Sekretaris Brexit David Davis pada Ahad (8/7) malam.

Davis beralasan pengunduran dirinya disebabkan karena ia tidak dapat mendukung rencana PM May mempertahankan hubungan perdagangan dan peraturan yang erat dengan Uni Eropa. Ia beranggapan kebijakan itu memberi terlalu banyak dan kemudahan pada Uni Eropa.

Baca juga, Pendukung Brexit Khawatirkan Pembalikan Arah.

Apabila pengunduran diri Davis mengguncang PM May, maka kepergian Johnson disebut mengguncang pondasi pemerintahan. Sebab, pengunduran diri itu terjadi hanya beberapa hari setelah PM May mengumumkan rencana menyatukan pemerintahannya yang berselisih untuk sebuah perjanjian dengan Uni Eropa.

Editor politik BBC Laura Kuenssberg menilai keluarnya Johnson menyulitkan situasi PM May yang berpotensi menjadi krisis besar. Tentu saja, hal itu memicu spekulasi tentang tantangan kepemimpinan.

Menjelang pertemuan anggota parlemen Tory pukul 17.30 waktu setempat, juru bicara resmi PM May mengatakan May akan melawan setiap upaya menggulingkannya.

Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret 2019, tetapi kedua belah pihak belum menyetujui bagaimana kerja sama perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa kemudian.

Ada perbedaan tentang seberapa jauh Inggris harus memprioritaskan ekonomi dengan berkompromi pada isu-isu seperti meninggalkan pengadilan Eropa dan mengakhiri gerakan bebas orang.

Theresa May hanya memiliki dukungan suara mayoritas di Parlemen dengan dukungan 10 anggota dari Partai Unionis Demokratik Irlandia Utara. Karena itu, perpecahan dalam bentuk apapun menimbulkan pertanyaan tentang apakah rencananya bisa bertahan di Dewan, atau akan lebih banyak menteri pergi?

Seperti dikutip BBC,  Boris Johnson sudah lama tidak senang dengan strategi Brexit Perdana Menteri May.  Karena itu, kepergiannya Johnson merupakan peristiwa besar yang mungkin menjadi gejolak signifikan, menjadi krisis signifikan bagi Theresa May dan keseluruhan proyek Brexit.

Sebab, Johnson adalah garda depan isu Brexit, politisi paling terkait mewujudkan Brexit, serta salah satu politisi paling terkenal di negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement