Rabu 18 Jul 2018 17:02 WIB

Iran Ungkap Jumlah Persediaan Uranium

Iran mengimpor uranium dari sejumlah negara.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Pabrik pengayaan uranium, di Qom, Iran
Pabrik pengayaan uranium, di Qom, Iran

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mengaku memiliki kurang lebih 950 ton persedian uranium. Kepala Badan Nuklir Iran Ali Akbar Salehi mengatakan, jumlah tersebut dinilai masih cukup untuk mencapai tujuan jangka panjang dari 190 ribu mesin sentrifugal untuk memperkaya uranium di masa depan.

Menurut Salehi, pemerintah Iran telah mengimpor cadangan uranium dari sejumlah negara adikuasa di barat. Dia mengungkapkan, Teheran telah menerima uranium seberat 400 ton sejak 2015 lalu. Namun dia tidak merinci negara mana saja yang menopang impor uranium tersebut.

Berdasarkan pakta nuklir 2015, Iran tidak diperbolehkan melakukan pengayaan uranium melebihi 3,67 persen. Angka itu dinilai sudah mencukupi untuk menghidupkan pembangkit listrik dan berada jauh di bawah batas yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.

Meski demikian, Iran mengancam akan meningkatkan persentase pengayaan uranium guna memaksa negara penandatangan pakta nuklir tetap memegang kesepakatan tersebut. Hal itu dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menarik diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Salehi sebelumnya mengatakan, pemerintah Iran siap memperkaya pengayaan Uranium negara. Sementara, JCPOA membuat Iran terhindar dari sanksi ekonomi internasional. Namun keluarnya AS dari JCPOA membuat Teheran kembali terancam sanksi ekonomi internasional.

Terkait hal tersebut, Uni Eropa meminta AS untuk mengecualikan operasional perusahaan-perusahaan asal Benua Biru itu dari sanksi tersebut. Eropa khawatir perdagangan bernilai miliaran dolar dengan Teheran terancam hancur akibat sanksi baru AS.

Sementara, pemerintah Iran menggungat AS ke Mahkamah Internasional (ICJ). Tuntutan dilayangkan menyusul pemberlakuan kembali sanksi ekonomi sepihak oleh Paman Sam kepada Teheran. Iran menyebut AS telah memberlakukan sanksi ilegal setelah keluar dari JCPOA.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement