REPUBLIKA.CO.ID, CHIANG RAI -- Remaja Thailand yang diselamatkan dari gua bangun tidur di rumah mereka untuk pertama kali dalam tiga pekan, Kamis (19/7). Banyak di antara mereka bangun di waktu fajar ikut acara keagamaan.
Sebanyak 12 anak remaja yang berusia 11 hingga 16 tahun, dan pelatih mereka yang berumur 25 tahun diperbolehkan pulang dari rumah sakit Provinsi Chiang Rai, di bagian utara Thailand pada Rabu. Mereka kemudian tampil di hadapan publik untuk pertama kali dalam acara yang ditayangkan televisi secara nasional.
Dalam acara tersebut mereka tersenyum, bercanda dan menunjukkan solidaritas satu dengan yang lain. Mereka juga berbagi rincian pengalaman traumatik di dalam kompleks gua Tham Luang yang terendam banjir.
Banyak di antara remaja tersebut dalam keadaan mengantuk dan tinggal di distrik Mae Sai, dekat perbatasan dengan Myanmar. Beberapa disambut dengan dekapan, air mata dan senyuman dari para kerabat dan teman-teman ketika mereka pulang ke rumah. Yang lain menyambut mereka dengan percikan air ketika mereka masuk ke dalam rumah.
Pada Kamis, beberapa di antara anak-anak lelaki tersebut dan sanak saudara mereka ikut serta dalam acara keagamaan di kuil Wat Pha That Doi Wao di Mae Sai. Kuil kuno itu memiliki penorama indah dengan sekelilingnya suasana pedesaan.
Para wartawan tak diizinkan mendekati anak-anak dan keluarga mereka di kuil itu untuk memberi mereka waktu melakukan kegiatan pribadi. Mereka dibawa keluar gua pada Selasa lalu, mengakhiri kisah nestapa selama 18 hari di dalam gua. Saman Kunan, seorang sukarelawan penyelam dan bekas anggota SEAL angkatan laut Thailand meninggal dalam misi untuk pertolongan.
Saman meninggal pada 6 Juli lalu setelah kehilangan kesadaran dalam misi menempatkan tanki oksigen di dalam gua, dua hari sebelum anak-anak lelaki pertama dibawa keluar dengan selamat. Dalam jumpa pers yang disiarkan TV, para remaja itu mengatakan ketika mereka masuk gua pada 23 Juni mereka hanya berencana di dalam gua sekitar sejam setelah berlatih sepak bola. Tetapi hujan deras membanjiri terowongan-terowongan dan memerangkap mereka.
Para remaja itu tak membawa makanan dan hanya bergantung pada air. Mereka mencoba menggali dinding-dinding gua dengan harapan menemukan jalan keluar.
"Kami minum air dari stalaktit, Pada hari pertama kami baik-baik saja, tetapi setelah dua hari kami mulai merasa kelelahan," ujar Pornchai Kamluang (16 tahun) seraya menambahkan, pelatih mereka Ekapol Chanthawong, memberitahu mereka untuk tetap diam guna menyimpan energi.
"Pengalaman ini membuat saya lebih kuat dan mengajari saya tak mudah menyerah," kata anggota tim termuda, Chanin Vibulrungruang yang disebut Titan.