Kamis 30 Aug 2018 07:49 WIB

AS Didesak Beri Sanksi ke Cina karena Sekap Muslim Uighur

Panel PBB menyebut satu juta etnis Uighur di Cina ditahan dalam kamp.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah China mengekang mereka.
Foto: ABC News/Lily Mayers
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah China mengekang mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah kelompok yang terdiri atas dua partai politik di parlemen AS meminta sanksi dijatuhkan kepada pejabat Cina yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM bagi minoritas Muslim di wilayah Xinjiang.

Kelompok, yang dipimpin oleh Senator Marco Rubio dan anggota majelis rendah Chris Smith, wakil presiden dari Komisi Eksekutif Kongres bipartisan di Cina, menyampaikan permintaannya dalam sebuah surat kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

"Muslim di Xinjiang, wilayah otonomi barat Cina, menjadi sasaran penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, pembatasan keras terhadap praktik dan budaya agama, dan sistem pengawasan digital yang begitu ketat sehingga setiap aspek kehidupan sehari-hari dipantau," kata anggota parlemen dalam surat mereka.

Surat itu ditandatangani oleh 15 senator dan anggota majelis rendah AS. Surat yang ditandatangani oleh sembilan Partai Republik, tujuh Demokrat, dan satu Independen itu menyerukan sanksi berdasarkan Global Magnitsky Act terhadap pejabat senior pemerintah Cina dan Partai Komunis. Mereka termasuk ketua partai Xinjiang Chen Quanguo, dan untuk tindakan lain yang harus dipertimbangkan.

Undang-Undang Magnitsky awalnya dirancang untuk menargetkan pelanggar hak-hak di Rusia, tetapi telah diperluas untuk memungkinkan sanksi atas pelanggaran di negara lain.

"Pemerintah Cina sedang menciptakan negara polisi berteknologi tinggi di (Xinjiang) yang merupakan pelanggaran berat terhadap privasi dan hak asasi manusia internasional," kata surat itu.

Cina mengatakan bahwa Xinjiang menghadapi ancaman serius dari militan Islamis dan separatis yang merencanakan serangan. Hal itu juga dinilai menimbulkan ketegangan antara sebagian besar minoritas Uighur yang menyebut wilayah tersebut sebagai rumah dan mayoritas etnis Han Cina.

Panel hak asasi manusia PBB awal bulan ini mengatakan telah menerima banyak laporan yang dapat dipercaya. Panel PBB menyebut satu juta etnis Uighur di Cina ditahan dalam kamp tawanan yang dipenuhi kerahasiaan.

Ratusan orang tewas dalam kekerasan di Xinjiang selama beberapa tahun terakhir. Hal itu mendorong langkah-langkah keamanan yang keras.

Para anggota parlemen AS, dalam surat mereka, mengatakan sebanyak satu juta atau lebih orang Uighur dan minoritas etnis minoritas Muslim lainnya sedang ditahan di pusat-pusat "pendidikan politik" atau kamp-kamp. Menurut mereka, hal itu memerlukan tanggapan yang keras, terarah, dan secara global.

"Tidak ada pejabat atau perusahaan Cina yang terlibat dalam apa yang terjadi  harus mendapat keuntungan dari akses ke AS atau sistem keuangan AS," kata surat itu.

Departemen Luar Negeri AS telah mengatakan bahwa pihaknya sangat terganggu oleh tindakan keras Beijing di Xinjiang. Tetapi Deplu AS menolak untuk mengomentari kemungkinan sanksi terhadap Chen dan lainnya. Para kritikus mengatakan langkah keamanan dan pengawasan di Xinjiang telah menciptakan kondisi darurat militer karena keberadaan pos pemeriksaan polisi, pusat penahanan, dan koleksi DNA massal.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement